Gambar hanyalah pemanis tampilan
Cerpen Ramadhan Hari Ke-18
ketakketikmustopa.com, Malam menyelimuti Pesantren Al-Falah, menebarkan kesunyian yang dihiasi aroma tanah basah dan semilir angin malam. Rembulan, seperti mata Allah yang mengawasi, mengintip dari balik jendela kamar Salsabila. Ia bersimpuh di atas sajadah, air matanya membasahi mukena putihnya, bagaikan embun pagi yang jatuh di kelopak bunga. Bibirnya bergetar, melantunkan doa-doa yang diiringi isak tangis. Dalam setiap sujudnya, ada sebuah nama yang selalu terucap—Haidar.
Haidar, ustaz muda yang membimbingnya dalam memahami keindahan Al-Qur'an, telah lama mengisi hatinya dengan kekaguman. Bukan kekaguman pada rupa, namun pada keteguhan iman dan kelembutan hatinya yang bagai aliran sungai yang menyejukkan. Cintanya terpatri dalam doa-doa sunyi, tersimpan rapi dalam rahasia malam.
Namun, cinta dalam diam bukanlah tanpa ujian. Kabar menyambar seperti petir di siang bolong—Haidar dijodohkan dengan Nadira, gadis cantik jelita dari keluarga terpandang. Kabar itu bagai duri yang menusuk hati Salsabila, menimbulkan rasa perih yang tak tertahankan. Namun, ia tetap teguh berpegang pada keimanannya.
"Jika memang dia bukan takdirku, Allah pasti telah menyiapkan yang terbaik. Dan jika dia memang jodohku, Allah pasti akan mempersatukan kami dengan cara-Nya yang penuh hikmah."
Di sisi lain, Haidar merasa gelisah. Ia menerima pinangan Nadira, namun hatinya terasa berat, seperti mendaki gunung yang terjal. Ada sesuatu yang mengganjal, sebuah teka-teki yang belum terpecahkan.
Suatu malam, setelah mengajar tafsir Al-Qur'an, ia melihat Salsabila duduk di beranda asrama, menatap langit malam yang bertaburan bintang. Cahaya bulan menerangi wajahnya yang lembut, menyingkapkan keindahan yang terpancar dari dalam hatinya. Haidar terdiam, hatinya bergetar bagai dawai yang dipetik.
"Kenapa aku merasa ada ikatan yang tak terlihat di antara kami?" gumamnya dalam hati.
Ia menyadari, ia telah lama memperhatikan Salsabila, bukan karena kecantikannya, namun karena keteguhan imannya, kesabarannya dalam menghadapi cobaan, dan keikhlasannya yang bagai bunga yang mekar di tengah padang pasir.
Menjelang hari pernikahannya, Haidar semakin gelisah. Ia memutuskan untuk melakukan istikharah, memohon petunjuk dari Allah SWT. Di malam yang sunyi, ia bersujud lama, mencurahkan segala keraguannya kepada Sang Pencipta. Dalam doanya, nama Salsabila bergema dalam hatinya.
Esok harinya, ia memberanikan diri untuk mengungkapkan keraguannya kepada orang tuanya. Keputusan itu menimbulkan gempar, menimbulkan pertentangan dan perdebatan. Haidar menjadi bahan perbincangan, namun ia tetap teguh pada pendiriannya.
"Aku lebih memilih seseorang yang selalu menyebut namaku dalam doanya, daripada seseorang yang hanya menginginkan kedudukanku."
Kabar itu sampai ke telinga Salsabila. Hatinya berdebar-debar, namun ia tetap tenang, menyerahkan segalanya kepada Allah. Malam itu, dalam sujudnya, ia kembali menyebut nama Haidar, bukan lagi memohon agar perasaan itu hilang, namun memohon agar Allah menetapkan takdir yang terbaik.
Dan Allah SWT menjawab doanya. Salsabila dan Haidar akhirnya dipersatukan dalam ikatan suci, bukan karena cinta duniawi, namun karena cinta yang telah lama terukir dalam doa-doa sunyi mereka. Cinta yang sejati, yang lahir dari keikhlasan dan penyerahan diri kepada Allah SWT.
Mereka membuktikan bahwa doa yang tulus, yang dipanjatkan di tengah malam yang sunyi, akan selalu dijawab Allah SWT dengan cara-Nya yang penuh hikmah. Sebuah kisah cinta yang diukir dengan tinta doa, sebuah rahasia yang terungkap dalam keindahan takdir Ilahi.
-Tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar