Cerpen Ramadhan Hari Ke-19
ketakketikmustopa.com, Mentari pagi menyapa kawasan kampus STID Al-Biruni Cirebon dan cahaya keemasannya menerobos celah jendela kamar pondok pesantren yang tidak jauh dari kampus itu. Di situ Hindun terusik mimpi-mimpi indah yang setiap waktu melintas benaknya.
Di atas sajadah, Hindun bersimpuh, membaca ayat-ayat suci yang telah hafal di luar kepala. Setiap hurup, setiap ayat hingga setiap surat, merupakan untaian mutiara yang menghiasi jiwanya.
Mimpi menjadi hafizah, sebuah cita-cita yang membara di hatinya, semakin menguat setiap harinya. Ia merasakan keindahan dan kekuatan yang terpancar dari kalam Ilahi, sebuah kekuatan yang membimbing langkahnya.
"Ya Allah," lirihnya,
"Berikanlah aku kekuatan untuk terus melangkah, untuk mencapai cita-citaku, untuk menjadi hamba-Mu yang berbakti."
Hari-hari Hindun saat di pesantren dan saat di kampus STID Al-Biruni selalu dipenuhi dengan perjuangan menghafal Al-Qur'an bukanlah perkara mudah. Ada kalanya ia merasa lelah, bosan, bahkan putus asa.
Namun, dukungan keluarga, guru, dan teman-temannya menjadi penyejuk di tengah teriknya perjalanan. Mereka bagaikan bintang-bintang yang menerangi langkahnya, menuntunnya menuju cahaya.
Suatu sore di bawah rindangnya pohon jati yang berbaris menuju kampus STID Al-Biruni, Kang Faris, seorang hafidz yang juga seorang dosen di situ keluar melangkahkan kaki dari pesantren sebelah.
Matahari sore melukiskan langit dengan warna jingga yang menawan, menjadi saksi bisu atas pengakuan cinta Faris.
Kang Faris memainkan jemari menulis WA ke Hindun.
"Assalamu'alaikum dik Hindun,"
Ketikan pembuka WA Kang Faris.
"Aku mencintaimu. Cintaku bukan sekadar nafsu, tetapi sebuah ikatan jiwa yang diresapi keimanan. Aku ingin menjadi teman hidupmu dalam menggapai ridho Ilahi, dalam menghafal Al-Qur'an, dan dalam membina rumah tangga yang diridhoi-Nya."
Hindun tertegun saat membuka HP. Perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Ia kagum pada keteguhan iman Kang Faris, pada kesamaan visi mereka dalam menggapai ridho Allah. Namun, ia juga merasa ragu. Apakah ia pantas menerima cinta seorang hafidz seperti Kang Faris?
"Waalaikumsalam.. Kang Faris,"
Jawab Hindun, tangannya gemetar menjawab WA.
"Aku membutuhkan waktu untuk merenung kang..."
Cobaan datang.
Beberapa hari kemudian, ujian datang. Seorang saudagar kaya melamar Hindun, menawarkan mahar yang sangat menggiurkan.
Keluarganya hampir tergoda untuk menerimanya, tetapi Hindun tetap teguh pada pendiriannya. Ia bermunajat kepada Allah, memohon petunjuk. Hindun shalat istikharah, mencari jawaban di dalam hatinya.
"Ya Allah,"
Hindun berdoa,
"Berikanlah aku petunjuk, apakah aku harus menerima lamaran saudagar itu, atau tetap memilih Kang Faris?"
Di tengah kebimbangannya, ia menemui Kang Faris. Ia menceritakan semuanya lewat WS. Kang Faris membaca WA dengan sabar, menawarkan dukungan dan kekuatan.
"Neng Hindun,"
Kata Faris dalam WA-nya,
"Aku mengerti kebimbanganmu. Tetapi, ingatlah, mahar yang sesungguhnya adalah keimanan dan cinta yang suci. Harta benda hanyalah sementara, tetapi cinta yang dirahmati Allah akan abadi."
Akhirnya Hindun menemukan ketenangan. Ia memilih Kang Faris, bukan karena harta, tetapi karena kesamaan visi dan misi mereka dalam menggapai ridho Ilahi.
Hindun menerima ajakan pernikahan Kang Faris dengan mahar hafalan Al-Qur'an, sebuah mahar yang tak ternilai harganya.
Kisah cinta mereka menjadi syair indah yang didedikasikan untuk Allah SWT, sebuah bukti bahwa cinta sejati dapat ditemukan dan dipelihara dengan penuh keimanan dan ketaatan.
-Tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar