Cinta Dalam Lembaran Kitab Fathul Mu'in

 

Gambar hanyalah pemanis tampilan 

Cerpen Ramadhan Hari Ke-14

ketakketikmustopa.com, Di pesantren yang tenang, di antara aroma kayu gaharu yang menenangkan, fajar menyingsing membawa rahasia cinta yang tak terucap. 

Lantunan ayat suci menggema dari serambi masjid, mengiringi detak jantung Ahmad Fatih yang semakin berdebar. Ia bukan hanya mempelajari kitab kuning, tetapi juga memahami lembaran-lembaran hatinya sendiri—dan di sana, setiap barisnya tertulis nama Salwa.

Salwa, putri Kyai Abshori, gadis berparas teduh dengan ilmu yang menyinari akhlaknya. Ia secerdas bintang dan selembut embun pagi. Dalam diam, Fatih menaruh rasa. Cinta yang suci, seperti kasih sayang Ilahi—tak terlihat, tetapi selalu terasa.

Namun, sebagai seorang santri, Fatih paham batas-batas syariat. Maka, ia memilih menyimpan perasaannya dalam doa dan usaha.

Lembaran Rahasia di Fathul Mu’in

Kitab Fathul Mu’in, yang selalu menemani Fatih dalam belajar mengikuti ngaji pasaran bulan ramadhan, tiba-tiba menjadi saksi perjalanan cintanya. 

Suatu hari, di antara halaman-halamannya yang penuh hikmah, ia menemukan secarik kertas yang bertuliskan kata-kata indah.

"Jika ilmu adalah cahaya, maka hati yang baik adalah lentera yang membuatnya bersinar. Teruslah belajar dan bertumbuh."

Fatih terdiam. Ia mengenali tulisan itu—huruf-huruf kecil yang rapi, khas tangan Salwa. Dadanya bergetar. 

"Apakah ini sebuah kebetulan? Atau... Salwa diam-diam juga mengutus santri untuk diselipkan di kitab milik saya?" Kata Fatih.

Hari-hari berlalu, dan kejadian serupa berulang. Setiap kali ia membuka Fathul Mu’in, ada secarik pesan yang menguatkannya. Tidak ada ungkapan cinta secara langsung, tetapi setiap kata yang tertulis begitu menenangkan, seolah menjadi jalan menuju kepastian.

Fatih semakin giat mengikuti ngaji pasaran. Ia ingin menjadi laki-laki yang pantas, bukan hanya karena perasaannya, tetapi karena tanggung jawab yang ia sadari.

Ujian Hati

Namun, hatinya diuji ketika sebuah kabar berembus di kalangan santri—Salwa akan segera dijodohkan dengan seorang pemuda dari keluarga terpandang.

Fatih merasa dunia seakan berhenti. Ia sadar dan berujar dalam hati:

"Cinta yang tidak diungkapkan hanya akan menjadi kenangan. Tetapi, apakah aku pantas kalau aku menyatakan perasaan padanya?" gumam Fatih.

Malam itu, Fatih berdoa lebih lama dari biasanya. Di bawah langit pesantren yang bertabur bintang, ia menadahkan tangan mumpung bulan Ramadhan memohon petunjuk-Nya.

"Ya Allah, jika dia memang bukan untukku, maka hilangkanlah rasa ini. Tetapi jika dia adalah takdirku, dekatkanlah dengan cara yang Kau ridhoi."

Keesokan harinya, dengan hati yang mantap, ia menghadap Kyai Abshori.

"Pak Kyai, izinkan aku menyempurnakan separuh agamaku," ucapnya lirih, namun penuh keteguhan.

Kyai Abshori menatapnya lama, kemudian tersenyum penuh makna. 

"Salwa juga sama, telah menyebut namamu dalam doanya." Kata Kyai Abshori.

Fatih terpaku. Seakan semua tanda yang ia dapatkan selama ini menjadi jawaban.

Cinta dalam Keberkahan

Beberapa bulan kemudian, di bawah cahaya rembulan yang syahdu, ijab kabul terucap. Fatih dan Salwa kini bersatu, bukan hanya dalam ikatan cinta, tetapi juga dalam perjalanan ilmu dan ibadah.

Kitab Fathul Mu’in tetap ada di raknya, tetapi kini bukan lagi sekadar kitab fikih. Ia menjadi saksi bisu tentang bagaimana cinta yang dijaga dalam doa akhirnya berbuah manis dalam ridha-Nya.

Allah selalu punya cara unik untuk menyatukan hati yang bertaut. Seperti lembaran-lembaran Fathul Mu’in yang mempertemukan mereka, cinta Fatih dan Salwa pun tumbuh dalam keberkahan dan ketulusan.

Karena cinta sejati bukan hanya tentang memiliki, tetapi juga tentang mendoakan dan menjaga dengan cara yang Allah ridhoi. Sebuah cinta yang terukir abadi, seindah ayat-ayat suci dalam kitab Fathul Mu’in.

-Tamat- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar