Takdir Yang Berbalik

Gambar hanyalah pemanis tampilan 

Cerpen Ramadhan Hari Ke-25

ketakketikmustopa.com, Sore itu, mentari bersiap menghilang di ufuk barat, meninggalkan jejak cahaya keemasan yang menyapu langit Kampus Dakwah Al-Biruni. Di antara desir angin yang berhembus lembut, langkah-langkah ringan terdengar di halaman kampus.

Alvina berjalan bersama Tuti, Romlah, dan Faizah, langkah mereka sedikit ragu, seolah ada beban yang mengganjal di hati. Di kejauhan, sebuah mobil Toyota Fortuner keluaran terbaru memasuki gerbang kampus, melaju pelan dan berhenti dengan anggun.

Kaca mobil terbuka, dan di balik kemudi, terlihat seorang pria mengenakan koko putih bersih, peci hitam yang tampak baru, serta setelan celana gelap yang serasi. Wajahnya bersih, teduh, dan penuh wibawa.

Ustadz Munshif.

Sosok yang dulu mereka hina karena pakaian sederhananya, yang mereka anggap ‘kolot’ dan ‘ketinggalan zaman’, kini tampak begitu berkelas dan berkarisma.

Alvina menunduk, hatinya bergetar. Malu. Ia ingat betul bagaimana bibirnya pernah mengucap hinaan terhadap lelaki itu.

“Jangan pernah meremehkan seseorang hanya karena penampilannya saat ini. Sebab kita tidak pernah tahu bagaimana takdir Allah akan mengubah hidupnya di masa depan.”

Seolah alam semesta sedang menertawakannya, kata-kata yang dulu ia abaikan kini menggema di telinganya.

Hikmah Lailatul Qadar

Ketika azan Maghrib semakin dekat, aula kampus dipenuhi cahaya lentera, memperindah suasana pengajian jelang buka bersama. Ustadz Munshif naik ke mimbar, suaranya teduh namun berwibawa.

"Saudara-saudaraku, malam-malam ini adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan—Lailatul Qadar. Malam di mana takdir manusia ditetapkan. Setiap rezeki, jodoh, dan kehidupan seseorang telah Allah atur dengan sebaik-baiknya."

Alvina menggigit bibir. Hatinya semakin tak menentu.

"Islam mengajarkan kita untuk tidak mencintai sesuatu secara berlebihan, karena bisa jadi suatu hari nanti ia akan menjadi musuh kita. Sebaliknya, jangan pula membenci seseorang dengan berlebihan, karena bisa saja ia akan menjadi orang yang paling kita cintai."

Alvina merasa tubuhnya seakan kehilangan daya. Kata-kata itu terasa menampar wajahnya. Bukankah dulu ia membenci dan meremehkan Munshif? Tapi kini, hatinya justru bergetar tiap kali melihatnya.

Seketika, suara dering HP memecah keheningan.

Tiiit… Tiiit… Tiiit…

Mata semua orang mencari sumber suara.

Alvina terperanjat. Itu ponselnya! Dengan gemetar, ia buru-buru mematikannya. Rupanya, pacarnya, Rudi, menelepon dari sebuah kafe.

Ia menunduk, merasa malu. Tapi yang mengejutkan, Munshif hanya tersenyum sabar.

"Tidak apa-apa. Namun, hendaknya kita lebih fokus pada ilmu, karena ilmu adalah cahaya yang akan membimbing kita di dunia dan akhirat."

Alvina kembali terpaku. Betapa Munshif begitu berbeda dari laki-laki yang selama ini ia kenal. Tidak ada kemarahan, tidak ada sindiran—hanya kelembutan yang menyentuh hati.

Saat doa berbuka puasa dipanjatkan, Alvina menutup mata. Ada sesuatu yang berubah di dalam hatinya.

Takdir yang Berbalik

Hari-hari setelah pengajian itu terasa berbeda. Setiap kali melihat Munshif, ada kekaguman yang tumbuh di hati Alvina. Bukan sekadar karena penampilannya yang kini tampak lebih berkelas, tetapi karena kelembutan, kesabaran, dan ilmunya.

Lambat laun, ia menyadari…

Bukan Rudi yang ia butuhkan, melainkan seorang lelaki seperti Munshif.

Dan takdir pun berbisik di telinganya, mengubah kebencian yang dulu pernah ada menjadi cinta yang tak terduga.

Di malam-malam yang sunyi, Alvina mulai memanjatkan doa yang berbeda.

"Ya Allah, jika memang dia yang terbaik untukku, dekatkanlah hatiku dengannya. Jika bukan, maka jauhkan perasaan ini agar aku tidak mencintai seseorang yang bukan ditakdirkan untukku."

Dan Allah selalu punya cara yang indah untuk menulis kisah cinta di antara hamba-hamba-Nya.

Sampai pada suatu sore, di bawah langit yang memerah menjelang senja, Munshif berdiri di hadapannya, dengan senyum teduh yang selama ini diam-diam ia kagumi.

"Jika kau ingin tahu takdir seseorang, lihatlah siapa yang Allah dekatkan padanya..." ucap Munshif pelan.

Alvina tersenyum, air matanya menetes perlahan.

Dulu ia menghina, kini ia mencinta.

Dulu ia meremehkan, kini ia justru ingin dimiliki.

Dan begitulah takdir bekerja—mempertemukan dua hati dalam cerita yang tak pernah disangka.

-Tamat- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar