Petugas Amil Zakat Membawa Nikmat

 

Gambar hanyalah pemanis tampilan 

Cerpen Ramadhan Hari Ke-26

ketakketikmustopa.com, Hujan turun membasahi halaman kampus STID Al-Biruni, membiaskan cahaya lampu di jalan setapak. Rosa berdiri di depan kantor Lembaga Amil Zakat Al-Biruni, menatap jendela di mana Saeful masih berkutat dengan laporan keuangan zakat. Hatinya penuh tanya—berapa lama lagi ia harus menunggu?

Rosa jatuh hati pada Saeful sejak pertama kali melihatnya berdiri di mimbar kampus, berbicara tentang pentingnya zakat dan shodaqoh dengan mata yang penuh keyakinan. Bagi Rosa, lelaki itu bukan sekadar mahasiswa teladan, tetapi juga seseorang yang mencerminkan ketulusan dalam setiap langkahnya.

Namun, mencintai Saeful bukanlah perkara mudah. Ia lelaki yang lurus dan teguh, hanya fokus pada tugasnya sebagai Ketua Lembaga Amil Zakat Al-Biruni.

"Bagaimana caranya agar dia menyadari perasaanku?" 

Keluh Rosa pada Yanti dan Eva, dua sahabatnya yang selalu mendukung.

Eva tersenyum centil agak jahil. 

"Sederhana, Rosa. Dekatilah dengan caramu. Bantu dia, kira-kira kamu ada di sekitarnya, dan buat dia sadar bahwa kamu adalah bagian dari perjuangannya."

Yanti pun engangguk setuju. 

"Tapi jangan terburu-buru. Saeful bukan tipe yang mudah luluh. Kau harus sabar." kata Yanti.

Rosa menghela napas panjang. Ia pun mulai menyusun strategi.

Babak Pertama: Menjadi Bagian dari Perjuangannya

Sejak hari itu, Rosa semakin aktif dalam kegiatan Lembaga Amil Zakat Al-Biruni. Ia ikut mengelola data zakat, membantu menyalurkan bantuan ke panti asuhan, bahkan menemani Saeful berdiskusi dengan dosen dan donatur.

Namun, Saeful tetap saja dingin.

Suatu hari, saat mereka sedang mendistribusikan sembako ke desa terpencil, Rosa mencoba membuka pembicaraan.

Dengan hati-hati Rosa memulai pembicaraan. 

"Mas Saeful, apakah kau tak pernah berpikir untuk berbagi kebahagiaan dengan seseorang? Tidak hanya dengan para mustahiq, tapi dengan seseorang yang bisa menemanimu?"

Tanya Rosaa.

Saeful hanya menoleh sekilas, lalu kembali menata kardus-kardus berisi beras.

Saeful dengan tenang berucap. 

"Kebahagiaan bukan sesuatu yang kucari untuk diriku sendiri, Rosa. Saat ini, yang lebih penting adalah memastikan amanah ini berjalan dengan baik."

Rosa menggigit bibirnya. Lagi-lagi, Saeful menutup pintu hatinya.

Babak Kedua: Ujian Kesabaran

Hari-hari berlalu, dan Rosa mulai lelah. Ia merasa seperti mengejar bayangan-bayang semu, berusaha memasuki hati yang mungkin tak akan pernah terbuka untuknya.

Suatu malam, ia duduk termenung di depan masjid kampus. Yanti dan Eva menemaninya, mencoba menghibur.

Eva menghela napas. 

"Rosa, kau sudah berusaha. Jika memang dia tidak peka, mungkin dia memang bukan untukmu."

Yanti mencoba berpikir positif menyumbangbpikirannya. 

"Atau mungkin, dia hanya butuh waktu lebih lama. Saeful itu bukan lelaki yang bisa dipaksa."

Rosa menatap langit, mengingat kembali bagaimana Saeful selalu serius, bagaimana dia selalu mendahulukan kepentingan orang lain, dan bagaimana dia tidak pernah sekalipun melihatnya sebagai seseorang yang lebih dari rekan kerja.

Namun, Rosa belum ingin menyerah.

Babak Ketiga: Hati yang Mulai Terbuka

Saat bulan Ramadhan tiba, Lembaga Amil Zakat Al-Biruni mengadakan program besar-besaran: membagikan paket shodaqoh kepada fakir miskin di desa binaan kampus STID Al-Biruni. Rosa ikut serta, mengurus logistik hingga larut malam.

Saat itulah, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Malam itu, Saeful melihat Rosa duduk di teras masjid, memijat kakinya yang kelelahan. Hatinya terasa aneh—ia merasa bersalah.

Ia mendekati Rosa, menyerahkan segelas teh hangat.

Saeful berucap pelan. 

"Kau tak harus memaksakan diri seperti ini, Rosa."

Rosa tersenyum lemah, matanya berbinar.

Lalu Rosa menjawab dengan lirih. 

"Aku ingin menjadi bagian dari perjuangan ini, Mass Saeful. Bukan hanya karena zakat atau shodaqoh, tapi karena aku percaya bahwa berbagi itu lebih indah jika dilakukan bersama."

Saeful terdiam. Untuk pertama kalinya, ia melihat Rosa dengan cara yang berbeda.

Dalam hatinya, sesuatu mulai tumbuh.

Babak Terakhir: Shodaqoh yang Membawa Nikmat

Hari terakhir Ramadhan. Setelah shalat Ashar berjamaah, Saeful berdiri di halaman masjid, menatap Rosa yang sedang berbicara dengan anak-anak yatim. Ia mengingat semua yang telah dilalui—bagaimana Rosa selalu ada, bagaimana ia mendukungnya tanpa meminta balasan.

Mungkin benar, shodaqoh tak hanya membawa berkah dalam bentuk harta, tetapi juga dalam bentuk perasaan yang tulus.

Saeful berjalan mendekat, lalu berkata dengan suara lembut.

"Jika kau ingin menjadi bagian dari perjuangan ini… tetaplah di sini, Rosa."

Dan untuk pertama kalinya, Rosa merasakan bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Cinta yang ia kejar dengan ketulusan akhirnya menemukan jalannya.

Sebagai Ketua Lembaga Amil Zakat Al-Biruni, akhirnya Saeful menerima cinta Rosa.

-Tamat- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar