Mencermati Tulisan Pegon Nama Band "Sukatani" dengan Huruf Arab


Gambar diambil dan di screen shoot dari google 


ketakketikmustopa com, Nama band "Sukatani" yang tengah viral menarik perhatian, bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena penggunaan huruf Arab Pegon dalam penulisan namanya. Fenomena ini mengundang pertanyaan: mengapa sebuah band memilih menggunakan aksara Pegon, sebuah sistem penulisan yang hampir setengah abad ditinggalkan oleh masyarakat Nusantara?  Lebih menarik lagi, mengingat di kalangan santri, Pegon, khususnya yang dikenal sebagai Pegon Jawa, diajarkan untuk memahami dan mengafsahi kitab-kitab gundul (kitab tanpa harakat).

Perlu kita cermati, penggunaan Pegon oleh band Sukatani bukanlah sekadar tren belaka.  Ini merupakan langkah berani yang membawa kita kembali merenungkan sejarah dan perkembangan aksara Pegon di tanah air.  Pegon, yang mengadaptasi huruf Arab untuk menulis bahasa Indonesia (atau bahasa daerah, Jawa, Sunda, Melayu dll.), telah berakar di Nusantara selama beberapa abad.  Perlu diteliti lebih lanjut untuk menentukan secara pasti kapan aksara ini mulai digunakan, namun keberadaannya telah terdokumentasi dalam berbagai naskah dan artefak sejarah.  Kehadirannya yang kini kembali muncul di tengah masyarakat modern melalui nama band Sukatani patut diapresiasi, terlebih mengingat konteks historisnya dalam pendidikan pesantren.

Kemunculan kembali Pegon dalam konteks musik, khususnya lirik lagu yang bernada protes dan kritik sosial seperti yang dibawakan band Sukatani, menambah lapisan makna yang menarik.  Penggunaan aksara Pegon seolah-olah menjadi simbol perlawanan, sebuah upaya untuk menghubungkan pesan-pesan kontemporer dengan akar budaya Nusantara yang kaya, termasuk tradisi keagamaan yang terkait dengan penggunaan Pegon dalam pembelajaran Turats (kitab klasik, kitab gundul).  Aksara Pegon, yang dulunya digunakan dalam berbagai konteks kehidupan masyarakat, termasuk dalam pendidikan agama, kini kembali dihidupkan untuk mengekspresikan keresahan dan pandangan kritis terhadap realita sosial.

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apa maksud di balik penggunaan nama band "Sukatani" dengan huruf Pegon?  Apakah ini sekadar strategi pemasaran yang unik, atau ada pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh band tersebut?  Mungkin saja, penggunaan Pegon merepresentasikan identitas lokal yang kuat, sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya leluhur dan tradisi keagamaan.  Atau, bisa jadi, ini merupakan cara untuk menyampaikan pesan-pesan mereka dengan cara yang lebih artistik dan bermakna,  mengingat keakraban aksara Pegon dengan teks-teks keagamaan dan filosofis sudah ada sejak lama.  Untuk menjawab pertanyaan ini secara pasti, diperlukan pemahaman lebih dalam mengenai latar belakang dan ideologi band Sukatani.  Namun, yang jelas, penggunaan Pegon dalam konteks ini telah berhasil menarik perhatian penulis dan memicu diskusi yang menarik mengenai kebangkitan kembali aksara yang hampir punah ini.


Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar