Lailatul Qadar Penuh Cinta

Gambar hanyalah pemanis tampilan 

Cerpen Ramadhan Hari Ke-23

ketakketikmustopa.com, Malam Lailatul Qadar adalah malam kehadirannya masih dirahasiakan, sekalipun demikian ciri-ciri kehadirannya ditandai dengan suasana yang sejuk dan suasana hati yang tenang. 

Subuh menyingsing dengan cahaya yang lembut, seolah memberi pertanda bahwa segala doa yang dipanjatkan telah naik ke langit, menanti jawaban dari Sang Maha Kuasa.

Nayla berjalan pelan menuju taman pesantren. Embun masih menggantung di ujung dedaunan, dan udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Ia masih mengingat bagaimana sujudnya semalam penuh dengan air mata, memohon petunjuk atas perasaannya yang selama ini hanya ia jaga dalam diam.

Di seberang halaman, Fathur datang dengan langkah berat. Wajahnya masih menyiratkan kelelahan, tetapi ada keyakinan yang lebih besar dalam tatapannya. Setelah semalam bergumul dengan hatinya sendiri, ia akhirnya sampai pada satu keputusan.

Tanpa rencana, langkah mereka saling mendekat. Di antara mereka, ada ruang yang dijaga oleh adab, tetapi dalam hati, ada sesuatu yang telah diputuskan.

"Nayla..." 

Suara Fathur terdengar lirih, namun cukup tegas.

Nayla menunduk, jemarinya saling menggenggam erat. 

"Iya, Kak Fathur?"

Nayla balik bertanya.

“Aku ingin bertanya… Setelah semua doa yang kita panjatkan, apakah hatimu menemukan jawabannya?”

Tanya Fathur lagi.

Nayla terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. 

“Iya. Aku yakin, Kak Fathur.”

Fathur mengembuskan napas lega. 

"Aku juga, Nayla. Aku ingin menjadikan perasaan ini bukan sekadar doa yang tak terjawab, tapi sebuah ikatan yang sah di mata Allah."

Nayla tersenyum, ada ketulusan yang begitu dalam dalam sorot matanya. 

"Kalau begitu, biarkan Allah yang menuntun jalan kita."

---

Sementara itu, di rumah Fathur, pertentangan yang selama ini ia hadapi mulai mereda. Ayahnya, yang sebelumnya bersikeras menikahkannya dengan Septiani, kini mulai pasrah.

"Ayah tidak ingin membuatmu menanggung beban ini, Nak," 

Ujar ayahnya dengan suara berat. 

"Kalau memang kau yakin dengan pilihanmu, maka Ayah akan merelakan. Mungkin Allah sudah menyiapkan jalan lain untuk menyelesaikan masalah kita."

Fathur menunduk penuh hormat. 

"Terima kasih, Ayah. Aku hanya ingin menjalani hidup sesuai dengan ketetapan-Nya. Aku yakin, selama kita berjalan di jalan yang benar, Allah akan memberikan pertolongan."

Ibunya mengelus bahu suaminya, ikut menguatkan. 

"Mungkin benar, Pak. Jangan-jangan ini bukan hanya ujian untuk Fathur, tapi juga untuk kita. Mungkin kita terlalu lupa berserah pada Allah."

Kata ibunya Fathur.

Hari itu, untuk pertama kalinya, Fathur merasakan dadanya lapang. Tak ada lagi perasaan terhimpit oleh keadaan. Ia telah berjuang untuk keyakinannya, dan kini Allah telah membuka jalan.

---

Beberapa hari setelah Idulfitri, keluarga Fathur akhirnya datang menemui keluarga Nayla untuk membicarakan niat baiknya. Rasyid yang sebelumnya telah menyatakan perasaannya pun akhirnya mengerti dan mengikhlaskan.

Di bawah langit yang terang, di halaman pesantren yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta mereka, akhirnya mereka resmi mengikat janji suci.

Dan di sanalah mereka berdiri, dua insan yang menjaga kesucian cinta, kini tak lagi hanya berkomunikasi lewat doa. Kini, mereka tak lagi berbisik di sepertiga malam, melainkan saling menggenggam dalam ikatan yang diridai Allah.

-Tamat- 

1 komentar:

  1. Lebih prefer tokoh cerita Nayla jadiannya sama Nesting, Pak. uWu ~ bhehe

    BalasHapus