Gambar hanyalah pemanis tampilan
Cerpen Ramadhan Hari Ke-21
ketakketikmustopa.com, Bisikan Salman dalam lubuk hati yang paling dalam.
"Jika malam ini hanya ada aku, kau, dan Allah, maukah kau mendengar bisikan rinduku dalam doamu?"
Langit Ramadhan menghampar sunyi di atas kampus STID Al-Biruni Cirebon. Masjid kampus yang megah itu dihiasi cahaya temaram, mengundang para perindu surga untuk berdiam dalam i’tikaf. Di dalamnya, zikir bergema, melantunkan doa-doa yang melangit bersama udara malam yang syahdu.
Di kamar pondok pesantren Luthfiyah duduk bersimpuh, mukena putihnya menjuntai lembut. Matanya terpejam, meresapi setiap kalimat yang ia ucapkan kepada Rabb-nya.
Namun, di antara doa-doa panjangnya, ada satu nama yang selalu hadir dalam diam: Salman.
Sementara itu, di dalam masjid kampus STID Al-Biruni, Salman berdiri dengan sorot mata yang tak lepas dari sosok Luthfiyah. Ia ingin mendekat, ingin merasakan kehadiran gadis itu lebih dekat dari sekadar bayangan dalam sujudnya.
Salman memberanikan diri menulis WA untuk Luthfiyah Yang sedang diliputi gundah bersama angin malam yang menyusup ke dalam kamarnya.
Tiba-tiba ada WA masuk dari seseorang.
"Luthfiyah…"
Luthfiyah membuka HP, matanya membuka pelan. Sorot matanya teduh, tetapi ada sejumput kebingungan di sana.
Luthfiyah kemudian membalas WA
"Salman… Apa yang kau lakukan di sana?"
Salman membaca WA sambil tersenyum kecil setengah rindu.
"Aku hanya ingin memastikan… bahwa kau masih terjaga dari tidur dan tetap dalam mendoakan untuk cinta kita."
Luthfiyah menunduk di kamarnya, menekan getar di dadanya.
Tangan Luthfiyah gemetar menulis WA.
"Doa tidak butuh pertemuan, Salman. Jika engkau mencintaiku, biarkan cinta itu tumbuh dalam sujud dan tasbih."
Tiba-tiba Salman bergetar tangannya, lalu membalas WA.
"Luthfiyah, cinta ini bukan hanya tentang doa. Cinta ini nyata, berdenyut di setiap nadiku. Aku ingin kau tahu bahwa aku selalu ada di hatimu, bersamamu, meski dalam diam."
Luthfiyah menarik napas panjang, hatinya bergemuruh. Ia tahu, perasaan ini fitrah, tetapi ia juga tahu bahwa cinta yang sejati harus dibingkai dalam kehormatan.
"Salman, jika engkau benar-benar mencintaiku, jangan goda aku dengan kata-kata. Jangan buat aku lalai dalam i’tikafku."
Salman tersenyum renyah.
"Bagaimana aku bisa tidak menggoda, jika setiap hela napasmu adalah bait puisi yang merayu jiwaku?"
Luthfiyah memejamkan mata sejenak dalamn i'tikafnya.
"Maka, rayulah aku dalam doa. Sebab jika kau adalah takdirku, Allah akan menyatukan kita tanpa perlu ada rayuan di antara waktu-waktu ibadah ini."
Salman terdiam. Lalu, dengan suara yang lebih lirih, jemarinya mengetik HP dengan indah.
"Baiklah, aku akan mencintaimu dengan cara yang paling suci—dengan bersujud lebih lama, dengan doa yang lebih khusyuk."
Luthfiyah pun tersenyum. Hatinya lega, meski cinta tetap mengalir deras dalam dada.
Di luar sana, di 10 terakhir bulan Ramadhan rembulan memancarkan cahaya, menyaksikan dua hati yang bertaut dalam jalan yang paling suci: cinta yang bersandar pada Tuhan.
-Tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar