Sang Pendaki Jadul Era 1993-an


ketakketikmustopa.com, Langit senja di Yogyakarta mulai meredup saat Mustopa melangkah keluar dari halaman kampus IAIN Sunan Kalijaga. Ia baru saja menyelesaikan perkuliahan dan tengah bergegas menuju sekretariat Mapalaska, organisasi pecinta alam yang baru ia ikuti. Hatinya berdebar, membayangkan berbagai kegiatan yang akan ia jalani.

Di ruang sekretariat, beberapa senior sudah berkumpul. Mereka sedang berdiskusi tentang persiapan Diklatsar (Pendidikan dan Latihan Dasar) bagi anggota baru. Mustopa mendaftarkan diri jadi anggota Mapalaska di tahun ke-3 setelah jadi mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

"Mustopa, kamu siap ikut Diklatsar besok?" tanya Wendi, salah satu senior yang dikenal tegas namun bersahabat.

"Insya Allah siap, Mas," jawab Mustopa dengan semangat.

"Bagus! Besok kita mulai dengan sesi kelas dulu. Kita akan belajar tentang navigasi, survival, dan dasar-dasar pendakian. Setelah itu, kita akan naik Gunung Merapi," jelas Wendi.

Mata Mustopa berbinar. Sejak kecil, ia sering mendengar cerita tentang gagahnya Gunung Merapi. Kini, ia akan merasakan sendiri tantangannya. Saat itu Gunung Merapi belum erupsi, hanya kepulan putih yang keluar dari puncak bibir gunung.

---

Hari pelatihan tiba. Mustopa dan rekan-rekannya duduk di ruangan yang dipenuhi peta, kompas, dan perlengkapan mendaki. Sesi pertama berlangsung serius, dengan para senior menjelaskan pentingnya orientasi medan dan teknik bertahan hidup di alam.

"Peta dan kompas ini adalah sahabat kalian di gunung," kata Sinta, senior perempuan yang dikenal ahli dalam navigasi.

"Jangan pernah mengandalkan insting saja. Di gunung, kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal," tambahnya sambil menunjukkan cara membaca peta kontur.

Setelah dua hari materi kelas, tibalah saatnya pendakian. Malam itu, di basecamp Gunung Merapi, para peserta bersiap dengan perlengkapan mereka.

"Cek perlengkapan dulu sebelum kita mulai," kata Wendi.

Mustopa merogoh ranselnya dan memastikan semua perlengkapan yang ia bawa sudah lengkap:

1. Carrier 60 liter

2. Tenda dome

3. Sleeping bag

4. Matras gulung

5. Lilin parapin

6. Logistik makanan

7. Pisau lipat dan tali webbing

"Siap semua, Mas!" seru Mustopa setelah memastikan barang-barangnya.

Pendakian dimulai. Langkah demi langkah, mereka menyusuri jalur berpasir khas Merapi. Hembusan angin dingin tidak menyurutkan semangat mereka.

"Jangan lupa atur napas dan langkah, biar nggak cepat capek," kata Wendi mengingatkan.

Setelah beberapa jam mendaki, mereka akhirnya tiba di Pasar Berbah Sleman Yogyakarta. Hamparan batuan vulkanik menyambut mereka, menandakan puncak sudah dekat.

"Subhanallah, indah sekali!" gumam Mustopa takjub.

Pendakian mereka berlanjut hingga puncak, menandai keberhasilan pertama Mustopa sebagai anggota Mapalaska. Perjalanan ini baru awal, masih ada gunung-gunung lain yang menanti. Semangatnya semakin menggelora, siap menaklukkan tantangan berikutnya: susur pantai, susur gua, dan eksplorasi alam lainnya.

Di bawah langit fajar yang merekah, Mustopa berjanji dalam hati, 

"Aku akan menjadi pendaki sejati, bukan hanya penakluk alam, tapi juga pencinta dan penjaganya."


-Tamat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar