ketakketikmustopa.com, Ada kebiasaan tradisi unik di Nusantara dalam Sholat Trawih yaitu mendengar ucapan dari petugas yang menjadi Bilal. Kita mendengar suara dari petugas yang menjadi Bilal mengumandangkan lafal ajakan sholat Tarawih dan bacaan sholawat untuk 2 rakaat sholat Tarawih salam pertama, “Assholatu Sunnatattarawihi rok’ataini Jami’atan Rohimakumullah, Shollu ‘alannabi Muhammad...” selanjutnya dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘alaihi, shollu ‘alaihi, shollu ‘alaih...”. Untuk salam kedua, Bilal membacakan kembali kepada para Jama’ah akan keberadaan anugerah (fadilah), nikmat dari Allah SWT, “Fadlam Minallahi Ta’ala Wanni’mah” dan dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘alaihi, shollu ‘alaihi, shollu ‘alaih...”.
Selanjutnya untuk 2 rakaat Sholat Tarawih salam ke-3 Bilal mengucapkan “Al-Kholifatul Ula Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq ’Alaihis Salam, Shollu ‘Alannabi Muhammad...” dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaih...”.
Untuk 2 rakaat salam ke-5 Bilal mengucapkan “Al-Kholifatus Tsaniyah Sayyidina Umar bin Khattab ’alaihis salam, Shollu ‘Alannabi Muhammad...” dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaih...”. ,
Untuk 2 rokaat salam ke-7 Bilal mengucapkan “Al-Kholifatul Tsalitsah Sayyidina Utsman bin Affan ’Alaihis Salam, Shollu ‘Alannabi Muhammad...” dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaih...”
Dan untuk 2 rakaat salam ke-9 Bilal mengucapkan “Al-Kholifatul Rabi’ah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ’Alaihis Salam, Shollu ‘Alannabi Muhammad...” dijawab oleh Jama’ah “Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaihi, Shollu ‘Alaih...”.
Dilansir dari banyak sumber diantaranya nu.online, republika online dan lain-lain bahwa penyebutan Kholifatur Rosyidin oleh Bilal ini hanya di kalangan santri. Mengingat dakwah pada saat itu yaitu agar ajaran Syi’ah tidak masuk di kalangan kita. Ungkapan ini disampaikan oleh Ustaz Salim A Fillah, seorang da’i yang juga pegiat budaya Islam. Menurut dia, tradisi tersebut berasal dari para ulama Kesultanan Mataraman Yogyakarta yang melaksanakan Sholat Tarawih.
Para Ulama Kerajaan Mataram saat itu mengkreasi satu bacaan untuk menjaga masjid-masjidnya tidak dipengaruhi faham Syiah. Salah satu tokoh Syiah saat itu yang ikut berdakwah ke tanah Jawa adalah Syekh Siti Jenar. Nama Siti Jenar sendiri kalau diterjemahkan Siti berarti tanah dan Jenar berarti merah. Siti Jenar memiliki arti tanah merah alias Tanah Karbala.
Salah satu murid dari Syekh Siti Jenar yang terkenal pada saat itu adalah Ki Ageng Pengging. Saat itu, dakwah mereka terbilang gencar. Ki Ageng Pengging bahkan tercatat sebagai tokoh yang memberontak kepada Kesultanan Demak.
Kerajaan Demak juga menganggap ajaran yang disampaikan oleh Syeh Siti Jenar dipandang sesat. Agar kesesatan itu tidak sampai meluas, maka Syeh Siti Jenar harus dihukum mati. Hukuman yang sama juga diterapkan pada para pengikut sang wali atau muridnya Ki Ageng Pengging, bila tidak segera bertobat.
Untuk melawan itu semua, para ulama dulu membentengi umat dengan bacaan-bacaan yang mengandung nama Khulafaurrasyidin. Jadi orang Syi’ah yang tadinya ikut tarawih disitu akhirnya keluar tidak ikut Sholat Tarawih.
Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar