ketakketikmustopa.com, Martabak merupakan kudapan Nusantara yang merakyat bahkan sudah melegenda di seluruh Nusantara, cara mendapatkannya juga sangat mudah karena banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan, di outlet-outlet depan mini market. Pada kesempatan Ramadan hari ke-4 ini yang akan diangkat ke permukaan adalah apa itu martabak?. Apakah martabak juga mengandung filosofi bagi kehidupan manusia?.
Asal kata Martabak berasal dari bahasa Arab: مطبق, yang berarti yang dilipat. Martabak merupakan sajian yang biasa ditemukan di Arab Saudi (terutama di wilayah Hijaz), Yaman, India, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei. Bergantung pada lokasinya, nama, dan komposisi martabak bisa bervariasi.
Di Indonesia kita mengenal namanya Martabak Telor, martabak ini merupakan panganan dengan rasa gurih yang terdiri dari sayur, telur, daging dan berbagai bumbu lainnya digabung jadi satu dalam sebuah kulit tipis dari adonan padat, lembut, lentur. Kemudian dilipat, digoreng hingga matang.
Martabak memiliki sensasi yang sangat luar biasa bisa disajikan saat ada tamu, pendamping kopi saat ngobrol. Mengapa harus martabak? Karena martabak merupakan camilan atau kudapan yang bisa diberikan kepada siapa saja, kapan saja. meskipun harganya tidak terlalu mahal namun terlihat sangat ekslusif.
Kudapan ini hampir semua orang sudah mencicipinya. Tulisan ini difokuskan dan dikhususkan membahas "Martabak Telor". Mengapa dikatakan martabak telor? Bukan martabak bawang saja, padahal bawang yang ada di dalamnya jauh lebih banyak dari pada telor. Mengapa juga tidak disebut martabak daging, padahal irisan dagingnya juga banyak.
Dilansir dari bobo.grid.id, awal mula ada martabak telor berasal dari pertemanan seorang pemuda di Semarang berdagang ketemu dengan teman baru dari India pada tahun 1930. Teman yang dari India sangat pandai memasak diantaranya pandai membuat martabak telor. Kemudian pemuda dari Semarang itu mengkombinasikan camilan dari India dengan camilan selera Jawa.
Dalam martabak telor ada bahan yang punya peran sangat besar. Ia tidak disebut-sebut tapi tidak pernah protes. Bahannya yang kecil dan kenyal saat akan dibuat martabak ditekan-tekan kemudian dibanting-banting kemudian menjadi kulit martabak yang tipis. Setelah menjadi kulit martabak, ternyata sang kulit sudah menyiapkan dirinya menjadi diri yang lembut dan lentur.
Sering kali kita dihadapkan pada persoalan hidup yang rumit, ujian dan cobaan yang berat. Hidup ini laksana kulit adonan martabak yang ditekan-tekan, dibanting-banting, dicaci-maki, dibuli dll. Dengan kesabaran kita berhasil melewati proses cobaan hidup itu, kita menjadi melar, melebar dan membesar. Hingga jadilah kita orang besar yang banyak manfaat bagi masyarakat sekalipun tidak disebut-sebut,disembunyikan, tidak dikenal, bahkan tidak dapat penghargaan sama sekali.
Penyakit manusia biasanya ingin tampil di depan sekalipun tidak memiliki kapasitas, biasanya juga selalu mengatakan peran penting dirinya dalam segala hal, seringnya selalu berujar “Ini semua kalau bukan karena saya ngga mungkin terwujud”.
Berbuat baiklah semata-mata kamu memang orang, berbuat baik itu tidak harus menunggu balasan atau pujian dari orang lain. Kita berbuat baik karena memang kita ingin menebar kebaikan. Kita tidak pernah bisa mengatur penilaian orang lain atas perbuatan kita, sungguh sangat melelahkan dan merugikan.
Dari Abu Hurairoh, Rasulullah SAW bersabda:
"Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah SWT dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Di antaranya, seorang yang mengeluarkan suatu sedekah, tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya."
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Manusia yang menjalankan ibadah puasa hidupnya lebih berarti, lembut, lentur, berguna bagi semua sekalipun tidak muncul ke permukaan.
Wallohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar