Kalau di Jawa Timur ada Syaekhona KH. Kholil Bangkalan dan KH. Hasyim Asy’ari dua tokoh legendaris yang sudah tidak asing lagi di kalangan NU dan di kalangan pesantren. Sedangkan di Cirebon ada dua tokoh kyai yang juga pejuang kemerdekaan yaitu KH. Amin Sepuh dan KH. Muhammad Sanusi Babakan Ciwaringin yang kebetulan KH. Muhammad Amin Sepuh Babakan Ciwaringin murid langsung dari Syaekhona KH. Holil Bangkalan Madura.
Pada tulisan kali ini penulis akan mengangkat dua tokoh kyai dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin yaitu KH. Amin Sepuh dan KH. Muhammad Sanusi, kedua-duanya memiliki sifat yang yang mencerminkan kesederhanaan, kejujuran, keikhlasan dalam memberikan pengajaran agama dan pengasuhan di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Pada
tulisan terdahulu telah diangkat tokoh harismatik yaitu seorang ulama yang juga
pejuang mempertahankan NKRI dari rongrongan penjajah dengan kehebatannya berjuang
mengusir penjajah konon KH. Muhammad Amin Sepuh adalah seorang legendaris
selain seorang ulama beliau juga seorang pendekar yang menguasai berbagai ilmu
kanuragan dan ilmu bela diri, beliau juga sorang kyai yang menguasai berbagai
kitab kuning.
KH. Amin Sepuh
Ketika itu Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin diasuh oleh KH. Amin Sepuh, Pesantren Babakan mencapai keemasannya tidak hanya berhasil mengembangkan pondok pesantren di Babakan Ciwaringin jugga mampu mencetak para tokoh nasional seperti KH. Syarif Al-Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya (yang legih dikenal dengan panggilan Kang Ayip), KH. Buya Syakur (yang lebih dikenal dengan panggilan Buya Syakur), KH. Abdullah Abbas dari Buntet Pesantren, KH. Syukron Maknun dari Jakarta, KH. Machsuni dari Kwitang Jakarta, KH. Hasanudin dari Makasar.
Dulu pondok pesantren di Babakan Ciwaringin hanya satu yaitu Pondok Pesantren Roudlotuth Tholinin, karena semakin hari semakin banyak santrinya hingga santrinya di titipkan di rumah-rumah para ustadznya seperti rumah KH. Hannan, KH. Ahmad Sanusi. Dari sinilah kelak berdiri banyak pesantren-pesantren di Desa Babakan Ciwaringin.
KH. Amin Sepuh bepulang ke rahmatullah pada
hari Selasa, tanggal 16 Rabi’ul Akhir 1392 H,bertepatan dengan tanggal 20 Mei
1972 M. Bangsa ini kembali kehilangan sosok pahlawan tanpa tanda jasa, yang
begiru gigih mempertahankan keutuhan bangsa Isdonesia. Untuk selanjutnya pondok
pesantren Babakan Ciwaringin diasuh oleh KH. Muhammad Sanusi.
KH. Muhammad Sanusi
KH. Muhammad Sanusi, atau kalau di Babakan seringnya dipanggil dengan panggilan Embah Sanusi merupakan kiyai kharismatik pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon yang terkenal akan kedisiplinan dan keistiqomahannya, juga terkenal sebagai kiai yang tawadlu', Embah Sanusi yang pada masa kecilnya bernama Markab lahir di Desa Winduhaji Kabupaten Kuningan Jawa Barat, pada malam Jum'at 14 Rabi'ul Awwal 1322 H. (12 Januari 1904 M.).
Kyai Sanusi merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara yang lahir setelah 12 bulan berada dalam kandungan ibunda beliau, Ny. Asnita binti Kuwu K. Kauri (Saceperwata), yang menikah dengan K. Agus Ma’ani bin Aki Natakariya bin K. Asmaludin. Pada usia 10 tahun Embah bersekolah di Sekolah Rakyat(SR) Desa Ciporang,yakni sebuah desa di sebelah timur Desa Winduhaji. Dan bila waktu sore tiba, melanjutkan belajarnya dengan mengaji di Pesantren Kiai Ghazali,Cikedung.
Ada semboyan "Semakin tinggi ilmu dan keimanan seseorang, semakin besar ujian menghadang". Itulah pepatah yang mewakili pengembaraan Embah dalam menuntut ilmu, sebab rintangan dan godaan yang beliau hadapi semakin bertambah. Antara lain, adanya seorang santri asal Brebes yang selalu mengancam keselamatan beliau, juga datangnya penyakit kulit yang menjijikan, mengakibatkan beliau dijauhi oleh sesama santri yang lain. Sehingga, kamar Kyai Sanusi terpaksa harus dipisahkan, yaitu menempati langit-langit kamar. Juga, bila pengajian dimulai Kyai Sanusi tidak bersama santri yang lain, namun berada di kolong Masjid.
Kyai Sanusi pindah mondoknya ke Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon. Jumlah santri kala itu baru ada 60 orang dengan Lurah Pondok oleh Kyai. Nawawi dari Pinangraja, Majalengka. Sedang Pengasuh Pondoknya adalah KH. Ismail bin KH.Adra’i, KH.Dawud, KH.Muhammad (cucu KH.Adra’i), dan KH.Amin Sepuh (buyut KH.Adra’i) yang saat itu baru mempunya 2 orang putera, yaitu Ma’sum (3 tahun) dan Fathoni (1 tahun).
Kyai Sanusi memiliki banyak ide hingga akhirnya mendapat kepercayaan dari Kyai untuk Menjadi Lurah Pondok. Karena dalam Pondok Pesantren Babakan kala itu begitu kumuh, terlalu bebas dan padat (karena satu kamar kadang-kadang dihuni oleh 15-20 santri). Untuk itu, atas izin Kyai, akhirnya Kyai Sanusi mulai ikut serta membenahi dengan cara mengatur membuat jadwal piket jaga/menyapu, membuat peraturan mengenai tugas-tugas tukang lampu/juru kunci pintu pesantren/petugas kebersihan kamar mandi/WC, membuat tata tertib (kewajiban, larangan serta berbagai sangsi-sangsinya), serta mengadakan pemerataan hunian asrama santri.
Dalam pengabdiannya terhadap agama, bangsa, dan negara. Kyai Sanusi terkenal sosok yang kharismatik, tawadlu, dan istiqomah. Dahulu, ketika datang waktu sore hari banyak santri yang memanfaatkan waktunya untuk berolah raga, seperti main bola volley atau sepak bola, yang kadang-kadang berdampak negatif. Karena asiknya bermain, lalu kebablasan, akibatnya banyak santri yang tidak bisa mengikuti shalat maghrib berjama’ah. Kalau kebetulan santri sedang bermain, tiba-tiba dari kejauhan terlihat Kyai Sanusi berjalan mendekatinya, maka tanpa di komando lagi para santri lari berhamburan mencari tempat persembunyian. Karena, mereka tahu betul bahwa hal seperti itu sangat tidak disukai oleh Kyai Sanusi.
Walaupun demikian kharismatiknya, namun sifat tawadlu’ Kyai Sanusi patut diacungi jempol dan dijadikan uswah hasanah, seperti kepada seniornya KH. Amin Sepuh. Setiap kali berjama’ah shalat fardlu ataupun pada kesempatan lain, jika kebetulan bersama, Kyai Sanusi pasti selalu saja berada di belakang beliau, tidak pernah mendahuluinya. Bahkan, bukan hanya orangnya, tapi sandalnya jika kebetulan berada pada tempat yang sama, tidak pernah berada di depan sandal Kyai. Ini dilakuaknsampai akhir hayat..
Nasihat Kyai kepada para santri, anak-anak, maupun kepada cucu-cucunya, yaitu: “Orang yang sedang mencari ilmu, apabila ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat, harus menjalani aturan-aturannya, supaya mendapat ridla dari Allah SWT. Serta mendapat do’a dan berkah dari Ulama Shalihin, untuk itu harus, Wekel Ngaji Lan Wekel Sholat Jama’ah”. Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu supaya cepat pandai. Tekun berjama’ah supaya benar kelakuannya. Ini yang dimaksud dengan dua perintah.
Setelah pandai dan
benar kelakuannya, baru dinamakan orang yang shalih mendapat anugerah selamat,
bahagia dunia dan mulia bagi diri sampai anak cucunya. Arti Selamat ialah tidak
di siksa baik di dunia maupun di akhirat. Bahagia berarti segala yang
dicita-citakan akan tercapai dan mulia berarti tidak di hina orang bahkan
sebaliknya, akan disegani dan dihormati.
Alfatihah....
Hadiirrrrr
BalasHapusSangat mengesankan
BalasHapus