ketakketikmustopa.com, Konflik dalam sebuah organisasi besar seperti PBNU sejatinya adalah bagian dari dinamika. Kehadirannya menyentuh banyak sisi, dan terkadang meninggalkan dingin di hati. Namun demikian, konflik bukan selalu pertanda bencana akan datang. Kita bisa melihat lukisan pelangi di langit sore hari setelah turun hujan sebentar, menyejukkan suasana, membersihkan debu, lalu reda dengan sendirinya.
Kita tidak sedang menyaksikan rumah kita sedang goyang. Kita sedang melihat rumah besar kita sedang diuji angin dan cuaca. Ujian itu justru memastikan bangunan ini tetap kokoh, bukan rapuh. Maka kita sebagai masyarakat Nahdliyyin tidak perlu larut dalam kecemasan dan narasi yang memecah belah. Tugas kita sederhana namun besar nilainya: menjaga adab, menahan emosi, dan mendoakan para kiai yang selama ini menjadi teladan dalam kebijaksanaan. Percayalah, para alim ulama yang memimpin organisasi ini memiliki cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan tanpa kehilangan wibawa.
Perbedaan bukan ancaman. Ia justru warna yang memperkaya. Pelangi tidak akan indah bila hanya satu warna. Ia memesona karena ada merah, kuning, hijau, biru, dan warna lainnya yang saling melengkapi. Begitu pula perbedaan pandangan dalam organisasi—tidak harus melebur menjadi satu suara, yang penting tetap bergerak dalam satu tujuan bersama.
Kedewasaan selalu lahir melalui ujian, sebagaimana pelangi lahir setelah hujan. Kita cukup menunggu dengan tenang, tanpa provokasi, tanpa prasangka. Ketika suasana kembali terang, kita akan memahami bahwa konflik bukanlah akhir, melainkan proses menuju organisasi yang lebih matang.
Pelangi mengajarkan satu hal: setiap warna memiliki tempat, ruang, dan kehormatannya. Tidak saling mendominasi, tetapi berjalan berdampingan dalam harmoni yang menciptakan keindahan. Dari situlah persatuan menemukan makna dan nilai sebenarnya.
Wallohu a’lam.

Betullllll pak dosen ku
BalasHapus