ketaketikmustopa.com, Musyawaroh Kubro Nahdlatul ulama di Lirboyo Kediri Jawa Timur (21/12/2025) bukan sekadar rapat biasa melainkan ikhtiar batin ulama yang disertai derai air mata dan sujud panjang.
Para ulama, para masyayikh menautkan hati kepada Hadratussyaikh, para muassis. Lisan mereka lirih menyebut asma Allah namun getarnya mengguncang langit. Doa-doa itu bukan doa pribadi, ittu doa untuk NU tetap tegak sebagai penjaga aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah.
Di Musyawaroh Kubro ini, keputusan tidak lahir dari ambisi, tetapi dari istikhomah para ulama yang mengutamakan maslahat umat. Sebab di NU itu arah perjuangan selalu dimulai dari doa, lalu diteguhkan dengan musyawarah,
Musyawaroh Kubro Lirboyo mengusung tema “Meneguhkan Keutuhan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.” Tema ini relevan dengan situasi kekinian. Sejarah menunjukkan, ketika NU solid, umat dan bangsa berada dalam suasana relatif teduh. Sebaliknya, ketika NU dilanda kegaduhan internal, resonansinya tidak berhenti di lingkar elite, tetapi merembet hingga ke akar rumput.
Adapun hasil Musyawarah Kubro Lirboyo :
1. Memberikan waktu 3 (tiga) hari kepada Rais 'Aam dan Ketum PBNU untuk menempuh Islah.
2. Apabila Islah tidak dipenuhi, diberikan waktu 1 (satu) hari untuk menyerahkan pelaksanaan Muktamar kepada Mustasyar.
3. Apabila poin 1 dan 2 tidak dipenuhi, maka mandat Muktamar dicabut kembali.
4. Menyelenggarakan Muktamar dengan menyerahkan kepada PWNU untuk menggalang surat permohonan Muktamar dari PCNU-PCNU.
5. Pelaksanaan Muktamar ditetapkan pada bulan Syawal, sebelum keberangkatan haji.
Yang penting digarisbawahi, keputusan tersebut bukan ancaman, apalagi upaya saling menjatuhkan. Ia adalah panggilan moral agar NU kembali berjalan di relnya: rel musyawarah, rel keikhlasan, dan rel khidmah. NU bukan milik individu atau kelompok tertentu, melainkan milik jamaah dan umat yang dijaga oleh para ulama lintas generasi.
Musyawaroh Kubro ini memberikan pelajaran berharga. Di saat banyak institusi menyelesaikan konflik dengan saling meniadakan dan mempertajam polarisasi, NU justru memilih jalan sunyi: duduk bersama, berdoa, dan bermusyawarah. Cara ini mungkin tidak dramatis, tetapi justru di situlah kekuatan moral NU berada.
Musyawaroh Kubro Lirboyo mengingatkan kita bahwa masa depan NU tidak ditentukan oleh siapa yang paling keras bersuara, melainkan oleh siapa yang paling ikhlas menjaga amanah. Arah perjuangan NU selalu dimulai dari doa, diteguhkan dengan musyawarah, dan dijalankan dengan pengabdian. Selama prinsip ini dijaga, NU akan tetap menjadi penyangga utama Islam moderat dan perekat keutuhan Indonesia.
Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:
Posting Komentar