Gambar : Foto para narasumber setelah acara Halaqoh Fiqih Peradaban selesai di Pondok Pesantren Bina Insan Qur'ani (BIQ) Susukan Kabupaten Cirebon
ketakketikmustopa.com, Pondok Pesantren Bina Insan Qurani (BIQ) Susukan Kabupaten Cirebon pada hari Senin, tanggal 11 Desember 2023 mengadakan kegiatan Halaqoh Fiqih Peradaban dengan tema : "Runtuhnya Hilafah Ustmani dan Munculnya Negara Bangsa".
Halaqah Fiqih Peradaban adalah merupakan pertemuan para Ulama di tingkat akar rumput, tidak hanya membahas persoalan-persoalan keagamaan, fikih dan kaitannya dalam masyarakat tetapi membahas juga perubahan sistem kehidupan manusia dalam hal ini peradaban dari zaman ke zaman.
Ide besar halaqah peradaban yang digagas oleh pengurus besar Nahdlatul ulama (PBNU) merupakan bentuk ikhtiar akan kehidupan sosial yang dari zaman ke zaman akan berbeda dan selalu berubah sesuai dengan berubahnya peradaban yang terjadi di masyarakat.
Dari para pembicara banyak menyoroti kejatuhan khilafah Turki Utsmani sebagai tonggak awal munculnya ide negara – bangsa. Namun, jauh sebelum membicarakan bab jatuhnya Turki Utsmani terlebih dahulu kita kupas Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Turki Usmani.
Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Turki
Usmani
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani membawa dampak bagi bangsa Eropa hingga nusantara. Jatuhnya Konstantinopel oleh Turki Usmani menyebabkan bangsa Eropa mengalami krisis dan kesulitan di bidang perdagangan rempah-rempah yang dikuasai pedagang Islam.
Sejarah jatuhnya Konstantinopel bermula
dari penyerangan Konstantinopel oleh Sultan Usmani Muhammad II pada 1453.
Sultan Usmani Muhammad II bergelar Al-Fatih, seperti dikutip dari buku Sejarah
Indonesia: Masuknya Islam hingga Kolonialisme oleh Ahmad Fakhri Hutauruk.
Konstantinopel adalah ibukota Kekaisaran Romawi
Timur yang merupakan ibukota Kekaisaran Romawi Timur. Konstantinopel juga
merupakan pelabuhan transit perdagangan antara Asia dan Eropa.
Letak Konstantinopel yang strategis menyebabkan
bangsa-bangsa di sekitarnya banyak yang ingin menguasai, termasuk umat Islam.
Umat Islam termotivasi mengembangkan peradaban Islam dan mengambil wilayah
strategis seperti Konstantinopel untuk mempermudah proses penyebaran Islam.
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani
atau Ottoman membuat riwayat Kekaisaran Romawi berakhir. Jatuhnya
Konstantinopel juga membuat perdagangan dikuasai para pedagang Islam. Ibu kota
berganti nama jadi Istanbul yang berarti "Tahta Islam".
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani
membawa dampak bagi bangsa-bangsa Eropa yang menjadi kesulitan terutama dalam
bidang perdagangan.
Penyebab kesulitan bangsa Eropa setelah jatuhnya
Konstantinopel yaitu:
1.
Kedudukan perdagangan bangsa Italia di Konstantinopel
dihancurkan
2.
Daerah Konstantinopel tertutup untuk perdagangan
3.
Konstantinopel tidak boleh dijadikan sebagai lintas barang
dagangan dari Asia.
Kebijakan pemerintah
Turki Usmani ini mengancam kehidupan ekonomi bangsa Eropa Barat dan Eropa Timur
seperti saat perpindahan bangsa di Eropa akibat serangan pasukan Islam.
Dampak jatuhnya Konstantinopel
Jatuhnya Konstantinopel
membuat bangsa-bangsa di Eropa mulai berpikir untuk mencari daerah penghasil barang-barang
yang dibutuhkan, terutama rempah-rempah secara langsung dari pedagangnya.
Bangsa Eropa mencari rempah-rempah karena amat
dibutuhkan dan digemari terutama saat musim dingin tiba. Salah satu
rempah-rempah yang dicari adalah cengkih, lada, pala, dan lain-lain.
Jatuhnya Konstantinopel
ke tangan Turki Usmani membawa dampak pada penjelajahan samudra. Penjelajahan
samudra bangsa Eropa didukung oleh penemuan kompas, teropong, dan peta.
Penjelajahan samudra
dipelopori oleh bangsa Portugis karena rakyatnya terbiasa berperang dengan Moor
dan punya pelabuhan yang baik seperti Lisabon, Porto. Angkatan laut Portugis
modern dan punya hubungan dagang dengan pelabuhan-pelabuhan di Mediterania
serta negara-negara di Eropa Utara.
Penjelajahan samudra bertujuan untuk
menemukan dunia baru dan menguasainya dari sisi ekonomi, politik, dan agama. Dunia
baru yang dimaksud adalah wilayah atau bagian dunia di sebelah timur Eropa.
Daerah timur ini dikenal sebagai penghasil rempah-rempah.
Kedatangan bangsa Eropa di nusantara bertujuan
untuk mencari rempah-rempah dan menguasai perdagangannya. Nusantara dikenal
sebagai kepulauan penghasil rempah-rempah saat itu. Jadi, jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani
membawa dampak pada penjelajahan samudra.
Sebelum kita membicarakan sejarah kejatuhan
Khilafah Turki Utsmani, alangkah baiknya kita runut sejarah peradaban Islam dari
periode ke periode, yaitu sebagai berikut:
1. Periode Klasik (Masa Nabi Adam sampai sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW), Periode ini merupakan fase sejarah sejak Nabi Adam As dan dilanjutkan dengan masa-masa para Nabi hingga sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW.
2. Periode Sejarah Nabi Muhammad SAW (570 M sampai 630 M), Periode ini dimulai sejak tahun 570 M. Di dalamnya meliputi berdirinya negara yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW menjadikan Madinah Al-Munawwarah sebagai pusat awal dari semua aktivitas negara hingga meliputi semua jazirah Arab. Periode ini merupakan sejarah yang seharusnya dijadikan contoh dan suri tauladan.
3. Periode Khalifah Rasyidin (632 M sampai 661 M), Periode ini dimulai sejak tahun 632 M. Pada masa ini terjadi penaklukan Islam di Persia, Syam (Syiria), Mesir dan lain-lain. Pada periode ini manusia betul-betul berada dalam manhaj (kaidah) Islam yang benar.
4. Periode Khalifah Umayyah (661 M sampai 749 M), Periode ini dimulai sejak tahun 661 M hingga 749 M. Pada periode ini, pemerintahan Islam mengalamiperluasan yang signifikan. Hanya ada satu khalifah dalam pemerintahan Islam yang demikian wilayahnya luas itu, sayangnya komitmen kepada syariat Islam mengalami sedikit kemerosotan dari pada periode sebelumnya.
5. Periode Khalifah Abbasiyah (749 M sampai 1258 M), Periode ini dimulai sejak tahun 749 M hingga 1258 M. Pada periode ini, pendidikan Islam mengalami kejayaan, meskipun pada fase yang kedua terdapat beberapa pemerintahan dan kerajaan yang independen misalnya, Saljuk, Zanki, Ayyub, Ghazni, dan Murabbithun. Pada masa ini juga muncul gerakan perang salib yang dilakukan oleh negara-negara Eropa, yang menaruh kebencian dan dendam kepada negara-negara Islam di kawasan Timur. Pemerintah Abbasiyah hancur bersamaan dengan penyerbuan orang-orang Mongolia.
6. Periode Mamluk (125 M sampai 1517 M), Periode ini dimulai sejak tahun 1250 M hingga 1517 M, catatan sejarah yang paling penting berhasil dibendungnya gelombang penyerbuan pasukan Mongolia ke beberapa belahan negeri Islam serta dihabiskannya eksistensi kaum salib dari negara Islam.
7. Periode Kesultanan Utsmaniyah (1517 M sampai 1923 M), Periode ini dimulai sejak tahun 1517 M sampai 1923 M. Pada awalnya, pemerintahan ini telah berhasil melakukan ekspansi wilayah Islam terutama di kawasan Eropa Timur. Pada saat itu Hongaria, Beograd, Albania, Yunani, Romania, Serbia, dan Bulgaria berhasil ditaklukan. Pemeintahan ini juga mampu melebarkan kekuasaannya ke kawasan timur wilayah Islam. Salah satu goresan sejarah paling agung yang berhasil dilakukan oleh pemerintahan Utsmaniyah adalah ditaklukannya Konstantinopel yang merupakan ibu kota Imperium Yunani. Namun pada masa akhir pemerintahan Turki, kaum kolonial berhasil menaburkan benih pemikiran nasionalisme. Pemikiran ini kemudian pemicu hancurnya pemerintahan Islam serta terkoyak-koyaknya kaum muslimin menjadi negara-negara kecil dan terbelakang.
8. Periode Dunia Islam Kontemporer (1922 M sampai 2000 M), Periode ini dimulai sejak tahun 1922 M hingga 2000 M. Periode ini merupakan masa sejarah umat Islam sejak berakhirnya pemerintahan Utsmaniyah hingga perjalanan sejarah umat Islam pada masa sekarang.
Runtuhnya
khilafah Turki Utsmani merupakan bentuk tata kelola negara yang mungkin sudah
tidak relevan lagi pada saat itu sehingga banyak terjadi gejolak. Dan berakhir
dengan runtuhnya khilafah Tersebut.
Dari Kongres Umat Islam Hingga Lahirnya Nahdlatul Ulama
Meletusnya Perang Dunia I dan II pada kurun waktu 1914-1945 ditengarai menjadi salah satu sebab masa-masa terakhir kejayaan umat Islam dalam bingkai sistem imperium besar bernama ‘khilafah’.
Kekhalifahan Utsmani (Ottoman) yang lahir dari bangsa non-Arab menjadi kekhalifahan Islam terakhir. Philip K Hitti dalam History of the Arabs (2008) menyebut dinasti yang lahir sejak 1517 ini resmi berakhir pada tahun 1924.
Selain diakibatkan
berbagai faktor luaran, jatuhnya Kekhalifahan Ustmani juga ditopang oleh
tumbuhnya paham negara bangsa (nation state) di berbagai wilayah kekuasaannya.
Keadaan ini diperburuk dengan psikologis umat Islam yang saling bertikai satu
sama lain karena perbedaan mazhab.
Respon Muhammadiyah dan Umat Islam di Indonesia
Situasi pergerakan yang membuat umat muslim Indonesia memperjuangkan terwujudnya konsep negara bangsa, nyatanya tidak memudarkan perhatian mereka terhadap Kekhilafahan Ustmani.
Salah satu wujud perhatian itu adalah lewat digelarnya permusyawaratan bernama Kongres Umat Islam yang muncul dengan penggagasnya H.O.S Tjokroaminoto dan ulama Muhammadiyah, Agus Salim.
Kongres Umat Islam menghimpun para ulama di Nusantara untuk menemukan solusi keumatan terbaik. Terhitung dalam kurun waktu antara 1921 hingga 1941, kongres tahunan Umat Islam telah dilakukan sebanyak 12 kali di berbagai tempat dari Cirebon, Garut, Surabaya hingga puncaknya di Yogyakarta pada November 1945.
Artawijaya dalam Belajar dari Partai Masjumi (2014) menulis tujuan diadakannya Kongres ini adalah untuk menyikapi kondisi umat Islam di dunia, terutama pasca runtuhnya Khilafah Ustmaniyah di Turki sekaligus menyikap situasi dalam negeri Indonesia yang pada masa itu banyak terjadi pelecehan terhadap Islam dan pemeluknya, terutama dari kelompok sekular dan zending.
Sementara itu buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat bahwa tujuan diadakannya Kongres Umat Islam adalah untuk menggalang persatuan umat, mengurangi perselisihan furu’iyyah dengan semangat pan Islamisme untuk hubungan internasional.
Kongres Umat Islam
juga bertujuan untuk menegaskan pentingnya persatuan kaum muslimin dan
pentingnya bekerjasama untuk menyelesaikan masalah khilafah yang saat itu
menjadi problem bagi dunia Islam.
Kongres Umat Islam Gagal Menyatukan Umat
Menyambut gagasan Tjokroaminoto, pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan hadir dalam Kongres Umat Islam pertama di Cirebon pada 1921. Kongres ini kemudian dilanjutkan di Garut pada tahun 1922 di bawah pimpinan Agus Salim dan Pengurus Besar Muhammadiyah.
Meskipun bertujuan mulia, namun Kongres Umat Islam dianggap gagal menyatukan umat. Alih-alih mempererat persatuan, kongres ini justru memisahkan antara penganut Islam tradisionalis dengan penganut Islam modern ala Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam (SI) sang penggagas Kongres.
Jurnal Kajian Keislaman Al-Ashriyyah Volume 1 Oktober 2015 menulis
forum Kongres ini memojokkan kelompok Islam tradisionalis. Sementara itu di
kalangan kelompok Islam modern antara SI dan Muhammadiyah juga terdapat
persilangan pendapat.
Lahirnya Nahdlatul Ulama
Meskipun kerap merasa dipojokkan, para ulama dari kelompok Islam tradisional selalu menghadiri Kongres Umat Islam. Puncaknya adalah ketika para Ulama Al-Azhar Kairo, Mesir menggelar Kongres Muktamar Dunia untuk merespon kejatuhan Khilafah Ustmani pada 3 Maret 1924.
Menanggapi undangan Al-Azhar, umat muslim kembalig menggelar Kongres Al Islam luar biasa di Surabaya pada 24-26 desember 1924. Dihadiri oleh 1000 kaum muslimin, Kongres Umat Islam ini melahirkan berdirinya Centraal Comite Chilafat (CCC) yang digagas sebagai delegasi umat Islam Indonesia.
Centraal Comite Chilafat atau CCC sendiri adalah komite
yang beranggotakan puluhan muslim dari berbagai latar belakang. Di dalamnya ada
Tjokroaminoto dari Central Sarekat Islam, Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad,
Haji Fachrodin dari PP Muhammadiyah, dan Suryopranoto dari PSI. Meskipun pada
akhirnya Muktamar Khalifah di Kairo batal digelar.
Belum usai fokus umat Islam terhadap kejatuhan Khilafah selesai, kaum muslimin kembali dikejutkan dengan penguasaan Ibn Sa’ud yang berhasil menaklukkan Hijaz dan menyatukan semenanjung Arab.
Kesempatan Kongres Al-Islam keempat pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta, dimanfaatkan oleh tokoh Islam tradisional, Kiai Wahab Chasbullah untuk merespon penaklukan itu dengan mengusulkan delegasi CCC di kemudian hari mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermadzhab.
Undangan Ibn Sa’ud kepada kaum muslimin Indonesia untuk hadir dalam Kongres Muktamar Dunia di Makkah pada 1 Juni 1926 membuat kaum muslimin kembali menggelar Kongres Umat Islam ketujuh di Surabaya pada tahun 1926 yang memutuskan Tjokroaminoto dan ulama Muhammadiyah, Kiai Mas Mansyur sebagai perwakilan delegasi ke Makkah.
Untuk keperluan ini, CCC sebagai badan delegasi diubah namanya menjadi Muktamar Alam Islamy Far’ul Hindis Sjarqiyah (MAIHS). Berbeda dengan MAIHS, kelompok muslim tradisional yang merasa aspirasinya kurang diperhatikan sejak awal dan kurang mendapatkan tempat di Kongres Umat Islam akhirnya membuat mereka membentuk utusan sendiri bernama Komite Hidjaz.
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat Komite Hidjaz dengan tokoh utama Kiai Hasyim Asy’ari dari Tebuireng, Kiai Bisri dari Denanyar, dan lain-lain membuat dua keputusan penting.
Keputusan itu adalah mengirimkan delegasi yang memperjuangkan kebebasan hukum ibadah berdasarkan empat mazhab. Keputusan lainnya adalah membentuk suatu organisasi atau jam’iyah pengirim utusan itu yang kelak oleh Kiai Alwi Abdul Aziz dinamakan sebagai Djam’iyah Nahdhatul Ulama pada tangga 31 Januari 1926 di Surabaya.
Pada akhirnya
kejatuhan Khalifah Ustmani tidak membawa dampak besar bagi umat muslim
Indonesia. Sementara itu misi Komite Hidjaz atau Nahdlatul ulama untuk mencegah
Pemerintah Wahabi merusak kuburan Nabi terbilang cukup berhasil. Lewat surat
No.2082 tanggal 13 juni 1928 kepada pengurus besar NU, pemerintah Wahabi
menjamin kebebasan umat Islam untuk beribadah sesuai mazhabnya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar