Hentikan Perang: Solusi Damai Perang Iran-Israel di Tahun Baru Islam 1447 H


Ketegangan antara Iran dan Israel masih berlangsung hingga hari ini. Rudal-rudal diluncurkan, propaganda disebar,  umat manusia menyaksikan bagaimana dua negara kuat di kawasan Timur Tengah saling mengklaim kebenaran dengan cara saling menyerang. Namun dalam kenyataannya, yang paling menderita bukanlah para elit politik, melainkan rakyat jelata: anak-anak yang kehilangan masa depan, keluarga-keluarga yang terusir dari tanah kelahirannya, dan dunia yang terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan.

Dan di tengah pusaran gejolak ini, umat Islam memasuki Tahun Baru Hijriyah 1447 H—momen sakral yang bukan sekadar pergantian angka dalam kalender, tetapi penanda spiritual sebuah perjalanan hijrah: dari kegelapan menuju cahaya, dari kekerasan menuju kedamaian.

Tahun Baru Islam kali ini terasa sangat berbeda. Ia hadir di saat dunia sedang gamang, ketika masyarakat internasional dikepung oleh kecemasan akan pecahnya Perang Dunia ke-3. Umat Islam di berbagai penjuru bumi dipanggil untuk merenung lebih dalam: apa sebenarnya makna hijrah di era perang yang penuh konflik ini.

Hijrah: Lebih dari Sekadar Perpindahan

Hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat bukanlah langkah mundur untuk menghindar dari kenyataan. Ia adalah strategi transformatif—bukan untuk menciptakan perang, tetapi untuk membangun peradaban yang adil, damai, dan beradab. Hijrah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga spiritual, sosial, dan moral. Ia adalah seruan perubahan: dari kekerasan menuju kasih sayang, dari dendam menuju rekonsiliasi, dari peperangan menuju perdamaian dunia.

Maka, ketika kita menyambut 1 Muharram 1447 H di tengah ancaman perang ini, kita wajib menjadikannya seruan hijrah menuju jalan damai.

Konflik Iran–Israel bukan hanya soal kekuatan militer. Ia mencerminkan kegagalan kolektif umat manusia dalam membangun diplomasi, menjaga nurani, dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak senjata, tapi lebih banyak empati. Tidak butuh propaganda, tapi kejujuran. Tidak butuh lagi perang, tapi perdamaian.

Peran Umat Islam: Dari Retorika Menuju Aksi

Tahun Baru Hijriyah seharusnya menjadi panggilan bagi umat Islam untuk tidak sekadar menjadi komentator konflik global, melainkan pelaku perubahan. Dari masjid, kampus, majelis, hingga media sosial, umat Islam harus menjadi suara yang jernih di tengah kekacauan, penenang di tengah kekerasan, dan penggerak di tengah kebekuan diplomasi.

Islam tidak pernah mengajarkan agresi. Rasulullah SAW mencontohkan bahwa kekuatan sejati adalah menahan amarah dan mendahulukan perdamaian. Maka, di saat dunia kehilangan akal sehatnya, umat Islam harus menjadi penjaga kesadaran moral dan penyeru perdamaian dunia.

Arah Baru di Tahun Baru

Tahun 1447 Hijriyah bukan sekadar simbol. Ia adalah momentum untuk hijrah dari apatisme menuju kepedulian, dari sektarianisme menuju persatuan, dari militerisme menuju diplomasi, dari dendam menuju pengampunan.

Dunia hari ini tidak kekurangan kecanggihan teknologi, tetapi kekurangan kearifan jiwa. Tidak kekurangan hukum, tetapi kekurangan keadilan. Maka umat Islam, di mana pun berada, harus menjadi pelita yang menerangi jalan menuju masa depan yang lebih adil dan damai.

Sebagaimana Rasulullah membangun Madinah sebagai kota peradaban dan toleransi, dunia hari ini sangat membutuhkan "Madinah baru"—bukan sekadar kota fisik, tetapi sebagai simbol sistem sosial yang menjunjung tinggi keadilan, keberagaman, dan perdamaian.

Perang Iran–Israel adalah tragedi, namun ia bisa menjadi titik balik bagi kesadaran global—jika kita cukup bijak untuk mendengar suara sejarah dan mengambil pelajaran dari Hijrah Nabi. Mari kita jadikan Tahun Baru Islam ini sebagai tonggak peradaban baru: hijrah dari konflik menuju kasih sayang, dari saling curiga menuju saling percaya, dari kekerasan menuju kemanusiaan.

Karena dunia tidak akan pernah damai jika kita tidak memulainya dari hati kita sendiri.

Selamat Tahun Baru Islam 1447 H.

wallohu a'lam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar