Anak-Anak Nabi Ibrahim as: Sejarah 2 Agama dan Luka Lama Yang Belum Sembuh


Nabi Ibrahim a.s., yang dijuluki sebagai "Abul Anbiya" (Bapak Para Nabi), adalah sosok yang diakui dan dimuliakan dalam tiga agama samawi: Islam, Yahudi, dan Kristen. Namun, dua di antaranya—Islam dan Yahudi—memiliki keterkaitan genealogis yang sangat nyata melalui anak-anak Ibrahim, yaitu Ismail a.s. dan Ishaq a.s. Dari keduanya lahir dua peradaban besar, dua ajaran suci, dan dua umat yang hingga kini masih menapaki jalan iman masing-masing—seringkali dalam bayang-bayang konflik yang panjang dan berdarah.

1. Dua Putra, Dua Jalan Takdir

Ibrahim a.s. memiliki dua anak yang sangat berperan dalam sejarah keagamaan dunia. Dari Hajar, lahirlah Ismail a.s., dan dari Sarah, lahirlah Ishaq a.s. Dalam perspektif Islam, Ismail adalah anak sulung dan juga yang diajak oleh Ibrahim untuk membangun Ka'bah di Mekkah serta dijadikan contoh ketundukan total kepada Allah ketika diminta untuk disembelih.¹ Sementara Ishaq a.s. kemudian menjadi ayah dari Ya’qub (Israel), yang darinya lahir Bani Israel.²

Di sinilah jalan sejarah mulai bercabang: dari keturunan Ismail, lahirlah bangsa Arab dan kemudian Nabi Muhammad SAW; sedangkan dari keturunan Ishaq dan Ya’qub, lahirlah Bani Israel dan kemudian ajaran Yahudi.³

2. Dua Agama Besar: Islam dan Yahudi

Agama Islam muncul sebagai kelanjutan dan penyempurna ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Nabi Muhammad SAW yang lahir di Mekkah adalah keturunan langsung dari Ismail a.s. Islam memandang dirinya sebagai agama Ibrahimik, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an:

“Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus; dan dia bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. An-Nahl: 123)⁴

Sementara Yahudi berakar dari ajaran yang dibawa oleh Musa a.s. dan nabi-nabi Bani Israel. Ajarannya terfokus pada konsep perjanjian antara Tuhan dan Bani Israel, dan mereka mengklaim bahwa bangsa mereka adalah umat pilihan yang diberikan wahyu dan hukum Taurat.⁵

Secara teologis, keduanya menyembah Tuhan yang Esa, tetapi berbeda dalam cara memahami wahyu, nabi, dan hukum agama. Perbedaan ini akhirnya melahirkan identitas dan lembaga keagamaan yang berbeda, bahkan cenderung eksklusif satu sama lain.⁶

3. Awal Mula Permusuhan: Dari Persaudaraan ke Persaingan

Permusuhan antara Islam dan Yahudi sebenarnya tidak bermula dari kebencian teologis, tetapi lebih karena politik, kekuasaan, dan perebutan wilayah. Pada masa Nabi Muhammad SAW, beliau awalnya berharap kaum Yahudi Madinah akan menerima kerasulannya sebagai kelanjutan dari nubuwah Ibrahim dan Musa.⁷ Namun sebagian besar menolak, bahkan bersekongkol dengan musuh-musuh Islam. Hal ini memicu ketegangan yang akhirnya memuncak pada pengusiran beberapa suku Yahudi dari Madinah.⁸

Perseteruan besar antara umat Islam dan Yahudi dalam skala global baru memuncak di abad ke-20, yaitu setelah pendirian negara Israel tahun 1948 di tanah Palestina.⁹ Pencaplokan tanah, pengusiran warga Palestina, dan peperangan yang berkali-kali terjadi antara Israel dengan negara-negara Arab memperparah luka lama yang tak kunjung sembuh.¹⁰

4. Jalan Damai: Mungkinkah?

Dari sisi agama, Islam mengajarkan perdamaian dan keadilan.¹¹ Yahudi, terutama dalam tradisi rabinik dan mistik, juga memiliki nilai-nilai etis yang luhur. Tapi dari sisi politik dan ideologis, jawabannya masih bergantung pada banyak faktor: keadilan internasional, kesediaan untuk mengakui hak orang lain, dan kesadaran bahwa permusuhan yang diwariskan hanya akan melahirkan generasi yang patah harapan.

Wallohu a'lam 

Catatan Kaki (Footnote):

1. Ibn Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, (Kairo: Dar al-Fikr, 1998), jilid 1, hlm. 242.

2. Karen Armstrong, A History of God: The 4,000-Year Quest of Judaism, Christianity and Islam, (New York: Ballantine Books, 1993), hlm. 57.

3. Philip Jenkins, The Lost History of Christianity, (New York: HarperOne, 2008), hlm. 45–46.

4. Al-Qur'an, Surah An-Nahl (16): 123.

5. W. Gunther Plaut, The Torah: A Modern Commentary, (New York: UAHC Press, 1981), hlm. 92.

6. F.E. Peters, The Children of Abraham: Judaism, Christianity, Islam, (Princeton: Princeton University Press, 2004), hlm. 115–116.

7. Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources, (Cambridge: Islamic Texts Society, 1983), hlm. 143–150.

8. Ibn Hisham, Sirah Nabawiyah, (Beirut: Dar al-Ma’arif), jilid 2, hlm. 197–205.

9. Ilan PappĂ©, The Ethnic Cleansing of Palestine, (London: Oneworld Publications, 2006), hlm. 12–18.

10. Noam Chomsky, The Fateful Triangle: The United States, Israel and the Palestinians, (Boston: South End Press, 1999), hlm. 45–55.

11. Al-Qur'an, Surah Al-Hujurat (49): 13

2 komentar:

  1. Terima kasih Prof. Informasi singkat, padat dan berisi. Semua fihak menyadarinya. Dunia butuh perdamaian dan keadilan.

    BalasHapus
  2. Sama2 baca terus dan komentari

    BalasHapus