Gambar ilustrasi pedagang es teh
Ketakketikmustopa.com. Belakangan ini, media sosial dihebohkan oleh sebuah video ceramah yang menuai kontroversi. Dalam video tersebut, seorang penceramah melontarkan guyonan yang dianggap tidak pantas kepada seorang pedagang es teh yang bernama Sunhaji yang sedang berjualan di tengah-tengah jamaah pengajian. Guyonan itu menggunakan kata-kata yang kurang sopan dan bernada merendahkan. Awalnya mungkin sang penceramah hanya untuk mencairkan suasana, tetapi justru berujung pada kritik keras dari berbagai pihak.
Akibat ulah dari sang penceramah ini memunculkan silang pendapat tentang bagaimana seharusnya seorang pendakwah menyampaikan pesan-pesan agama. Sebagai seorang penceramah, tugas utamanya adalah menyampaikan ajaran-ajaran agama dengan cara yang baik, mengajak umat kepada kebaikan, dan menjauhkan mereka dari keburukan. Dalam setiap dakwah, humor sering kali digunakan sebagai alat agar suasana pengajian lebih akrab dan menarik perhatian jamaah. Namun, humor dalam dakwah harus tetap berada dalam koridor yang sesuai, tidak melukai perasaan atau merendahkan martabat orang lain.
Dalam video tersebut, sang penceramah menyampaikan guyonan yang ditujukan kepada pedagang es teh. Sayangnya, kata-kata yang digunakan justru terdengar seperti hinaan. Alih-alih membuat jamaah tertawa dan orang-orang yang duduk di atas panggung bersama penceramah tertawa terpingkal-pingkal, guyonan itu malah menimbulkan reaksi negatif, baik dari jamaah yang hadir maupun dari netizen yang menyaksikan video tersebut. PakSunhaji hanyalah pedagang es teh dan air mineral, yang hanya berusaha mencari nafkah dengan cara halal, menjadi sasaran candaan yang tidak semestinya. Hal ini memicu simpati luas dari masyarakat.
Setelah video itu viral, netizen ramai-ramai mengkritik penceramah tersebut. Banyak yang menuntut agar sang penceramah meminta maaf kepada pedagang es teh. Tak sedikit pula yang mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk penghinaan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pendakwah. Di sisi lain, pedagang es teh tersebut mendapatkan banyak dukungan. Masyarakat menunjukkan solidaritasnya dengan berbagai cara, mulai dari memberikan semangat hingga menggalang bantuan. Bahkan, ada juga organisasi yang menawarkan memberangkatkan sang pedagang es teh untuk menunaikan ibadah umrah sebagai bentuk dukungan moral dan penghormatan atas kesabarannya.
Peristiwa ini mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, dakwah adalah tugas mulia yang harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan untuk berdakwah dengan cara yang bijaksana dan menggunakan nasihat yang baik, Allah SWT berfirman : ”Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125). Sebuah guyonan yang melukai perasaan orang lain, sekalipun tidak disengaja, dapat mencoreng nilai-nilai yang terkandung dalam dakwah itu sendiri. Penceramah harus mampu membedakan antara humor yang membangun dan humor yang destruktif.
Kedua, kejadian ini menunjukkan betapa besar pengaruh media sosial dalam membentuk opini publik. Dalam hitungan jam, video tersebut menyebar luas dan mengundang respons dari berbagai kalangan. Netizen memiliki kekuatan untuk mengangkat isu tertentu dan memberikan tekanan, baik secara positif maupun negatif. Dalam kasus ini, kritik netizen akhirnya membuat sang penceramah menyadari kesalahannya dan meminta maaf secara terbuka.
Ketiga, humor dalam dakwah adalah pedang bermata dua. Ketika digunakan dengan benar, humor dapat menjadi alat yang efektif untuk memperkuat pesan dan mendekatkan pendakwah dengan jamaah. Namun, jika digunakan tanpa pertimbangan, humor dapat menimbulkan fitnah, melukai orang lain, dan bahkan merusak citra dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, pendakwah harus selalu berhati-hati dalam memilih kata-kata dan memahami sensitivitas audiensnya.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa setiap orang, termasuk pedagang kecil seperti Sunhaji penjual es teh, berhak mendapatkan penghormatan. Tidak ada pekerjaan yang hina selama dilakukan dengan cara yang halal dan penuh kejujuran. Justru, mereka yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup layak mendapatkan apresiasi dari masyarakat.
Wallohu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar