Telah Lama Kusimpan

 

Gambar hanyalah pemanis cerita untuk ilustrasi cerpen ini

ketakketikmustopa.com, Sebagai orang tua yang tiap harinya menggarap sawah dan kebun untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sebut saja Bapak Ahmad. Sekalipun hidup di zaman yang sudah maju di desanya ditandai dengan sudah banyak tetangganya memasang internet di rumahnya. Karena itu sedikit banyak ilmu yang dulu pernah didapat dari pesantren, Bapak Ahmad mendidik untuk mrneguhkan anak-anaknya dengan pendidikan agama yang kuat dengan mengajar ngaji Al-Qur’an, makharijul huruf dengan ilmu tajwidnya dan mendidik akhlak dan aqidah dengan Aqidatul Awam dan Ta’limul Muta’alim.

Hari itu adalah hari yang penuh perasaan. Rina, dengan ransel kecil dan tas berisi perlengkapan pribadi, berdiri di depan rumah mereka. Bapak Ahmad dan isterinya Ibu Sari, meskipun bangga, tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran di wajah mereka. Ini adalah pertama kalinya mereka mengantarkan memondokkan anak mereka, dan mereka tahu bahwa ini adalah langkah besar dalam kehidupan Rina.

“Rina, ibu dan ayah percaya kamu akan mendapatkan banyak manfaat di pesantren,” kata Ibu Sari sambil memeluk Rina erat-erat. “Jaga diri baik-baik, ya. Jika ada kesulitan, jangan ragu untuk meminta bantuan.” Kata Pak Ahmad dan Ibu Sari.

“Insya Allah, Bu. Aku akan berusaha yang terbaik,” jawab Rina dengan penuh semangat, meskipun matanya mulai berkaca-kaca.

 “Kami percaya kamu akan belajar banyak di sana. Jangan lupakan doa dan selalu bersikap baik kepada teman-temanmu. Kami akan selalu mendukungmu dari jauh.” Bapak Ahmad mengelus kepala Rina.

Rina melambaikan tangan dengan penuh harapan saat mobil yang membawa mereka pergi perlahan menghilang dari pandangan. Di dalam hati, ia merasa campur aduk antara rasa takut dan rasa antusias. Namun, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan besar untuk mendalami ilmunya.

Di Pondok Pesantren Baitul Hikmah Puteri, Rina disambut dengan hangat oleh para santri senior dan pengurus pesantren. Mereka memperkenalkan Rina pada rutinitas sehari-hari, mulai dari belajar agama, berdoa bersama, hingga kegiatan sosial di pesantren. Rina merasa sedikit canggung pada awalnya, tetapi dengan waktu, ia mulai merasa nyaman dan mulai menemukan teman-teman baru.

Suatu malam, Rina menulis WA untuk orang tuanya meminjam HP pengurus kamar. Dalam WA, ia menceritakan tentang pelajaran yang dipelajarinya, teman-teman barunya, dan bagaimana ia mulai merasa lebih dekat dengan agama. Surat-surat itu selalu diakhiri dengan ucapan terima kasih dan doa untuk kesejahteraan keluarganya di rumah.

Bagi Rina, pondok pesantren Al-Hikmah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat di mana ia mulai memahami arti sejati dari kehidupan dan agama. Dan bagi Bapak Ahmad dan Ibu Sari, pengalaman memondokkan anak mereka adalah langkah pertama yang penuh berkat dalam perjalanan pendidikan dan pembentukan karakter anak mereka. Rumah Kyai dan para pengurus persis di depan pntu gerbang masuk pondok puteri hanya dibatasi dengan tembok setinggi 3 meter.

Hari pertama Rina di pesantren diwarnai dengan campur aduk perasaan. Dengan ransel kecil ditambah koper kecil ditariknya, dalam hati yang penuh rasa ingin tahu, ia memasuki gerbang pesantren. Suasana di dalam pesantren terasa asing, dan Aisyah merasa sedikit canggung. Namun, sambutan hangat dari teman-teman santri baru dan para pengurus pesantren membuatnya merasa lebih nyaman.

Para santri puteri Baitul Hikmah menjalani rutinitas yang padat. Setiap pagi, mereka memulai hari dengan shalat Subuh berjamaah, diikuti dengan kajian Al-Qur'an dan hadist. Rina merasa kagum dengan kedalaman ilmu yang diajarkan, dan meskipun awalnya sulit mengikuti, ia bertekad untuk belajar dengan giat.

Di siang hari, mereka menghadapi pelajaran tentang fiqh, tafsir, dan sejarah Islam. Rina menemukan kebahagiaan dalam belajar fiqh, terutama ketika ia bisa memahami lebih dalam tentang hukum-hukum agama dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Rina juga mempelajari keterampilan praktis seperti menjahit dan memasak yang sangat berguna bagi seorang wanita.

Sore hari di pesantren adalah waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan sosial. Rina bergabung dengan kelompok literasi pesantren yang bertugas mengajarkan anak-anak di desa sekitar menulis puisi, cerpen dan dongeng para sahabat Nabi. Melihat wajah-wajah ceria anak-anak desa yang belajar dengan semangat membuat Rina merasa senang dan puas, merasa bahwa ilmunya bermanfaat bagi orang lain.

“Assalamu’alaikum, maaf Kang mau moto kopi.” Rina dan Melati datang ke kantor koperasi Al-Hikmh  milik pak kyai.

“Monggo mba, moto kopi apa mba. ?” tanya Sultan penjaga foto kopi

“Yang ini 5, yang ini 5, kalau yang ini 10 aja.” jawab Rina.

Rina disamping belajar mondok termasuk anak yang cepat menerima pelajaran, dalam kesehariannya tidak lupa dicatat dalam buku diari hingga membuatnya betah di pondok, cerita asyik bersama teman, bahkan kadang puisi-puisi Kahlil Gibran jadi pusat inspirasi termasuk puisi-puisi Gus Mus sebagai rujukan Rina dalam menulis puisi. Kalau menulis cerpen Rina terinspirasi dari 2 tokoh cerpenis Indonesia yaitu Putu Wijaya dan Danarto.

“Nih mba Rina kopiannya sudah selesai.” kata Sultan

“Jadi berapa kang. ?” tanya Rina

“25 ribu saja mba.” jawab Sultan

“Mba Rina rajin juga ya menulis puisi dan cerpen?.” tanya Sultan

“Ngga kang, biasa saja namanya juga lagi belajar.” jawab Rina merendah

“Ciye, ciye. Biasa apa biasa.” timpal Melati yang dari tadi memperhatikan percakapan.

“Huss kamu Melati, jangan kurang ajar ya.” bentak Rina kepada Melati dan wajahnya jadi merah

Sultan adalah santeri senior yang sudah lulus sekolah dan sudah melanjutkan kuliah Jurusan Sastera Arab. Tapi masih mondok di Pesantren Baitul Hikmah Putera membantu dan khidmat di pak kyai, kadang sesekali menjadi sopir pak kyai saat bepergian jauh.

Memasuki bulan Rabi’ul Awal di pesantren ini seperti tahun-tahun sebelumnya menyambut datangnya bulan kelahiran Nabi Besar Muhammad Saw. sangat meriah dengan rangkaian acara yang sudah disusun. Ada acara seminar, lomba baca Al-Barjanzi antar kamar, dan ada lomba menulis cerpen islami.

Pada acara puncaknya mengadakan acara Maulid Nabi Besar Muhammad sekaligus menggelar Baitul Hikmah Bersholawat dengan bintang tamunya Gus Aldi dari Karawang. Kang Sultan sebagai ketua panitia membacakan hasil-hasil perlombaan yang sudah berlangsung satu minggu. Tibalah pada pembacaan pengumuman lomba menulis cerpen islami.

“Berikutnya adalah pembacaan pengumuman penulis cerpen islami dimenangkan oleeeeh....”

Kang Sultan menghentikan pengumumannya.

“Huuuuhh...” para hadirin riuh jadi penasaran terutama santeri perempuan

“Baiklah kita lanjutkan ya para hadirin” Sultan melanjutkan lagi

“Dimenangkan oleh.... Satu, dua, ti..ga?..”

“Rina Agustina.” Kang Sultan dengan semangat membacakan pengumuman ini

“Mba Rina Agustina memenangkan lomba menulis cerpen islami dengan judul Merayu Tuhan” kata Kang Sultan lagi

Kang Sultan sebagai khadim pak kyai dan sudah dipercaya oleh keluarga pesantren tidak heran kalau ada event-event besar selalu dipercaya menjadi ketua panitianya. Lama kelamaan Kang Sultan seiring dengan bertambahnya usia terbersit memikirkan masa depan bahkan berpikir masalah perjodohan. Tidak bisa dipungkiri saat pandangan pertama Rina datang ke foto kopi milik koperasi selalu jadi ingatan dan terbayang-bayang selalu. Yang ada di kelopak mata dan dalam hati hanya Rina Agustina.

Waktu terus berlalu, dan Rina pun harus melanjutkan studinya ke luar kota, meninggalkan Pesantren Baitul Hikmah Puteri meneruskan kuliah di kota pelajar Yogyakarta mengambil Jurusan Sastera Inggris.Dalam  hidupnya dipenuhi dengan berbagai kesibukan dan tantangan, namun perasaan yang tertinggal saat di pondok tertuju pada seseorang. Ia sering mengingat saat-saat bersama di pesantren dan bagaimana kehadiran Kang Sultan muncul memberikan warna dan perasaan hati pada hari-harinya.

 

Tahun-tahun berlalu, Rina Agustina kembali ke pesantren untuk menyelesaikan beberapa urusan. Ketika ia melangkah masuk ke pesantren yang sama, ia tidak sengaja bertemu denganKang Sultan yang berparas rupawan, yang kini sudah menjadi seorang pengajar di pondoknya. Mereka tidak sengaja berpandang pandangan persis di depan foto kopi.

Dengan hati yang penuh keraguan, Kang Sultan mencoba untuk menanyakan kabar Rina dan mengungkapkan perasaannya yang telah lama ia simpan. Rina pun tersenyum lembut dan mengakui bahwa perasaan yang sama juga ada di hatinya. Mereka duduk bersama dengan jarak yang berjauhan, berbicara tentang masa lalu, dan merencanakan masa depan dengan penuh harapan.

“Ada acara apa Mba Rina kok tumben datang ke pondok, apa sedang liburan kuliah. ?” tanya Sultan

“Ah engga, kebetulan ada keperluan rencana mau penelitian skripsinya di pondok kita aja.” jawab Rina lembut.

“Oh.” Sultan hanya jawab singkat.

“Punten kang, pak kyai dan bu nyai ada. ?” tanya Rina sambil menundukan wajah.

“Ada, silahkan nanti saya antar masuk ke Ndalem.” jawab Sultan

Terbersit dalam hati Rina tidak bisa dibohongi perasaan semakin menggebu-gebu sosok Kang Sultan yang tampan membuat malu. Di pondok pesantren yang sama, di mana mereka dulu bertemu, cinta yang telah lama tersimpan akhirnya menemukan jalannya kembali apakah ini nantinya jodohku, Ya Allah tunjukan kepada hamba-Mu ini. Sultan dan Rina betul menyadari bahwa meski jarak dan waktu memisahkan mereka, cinta dan doa mereka yang tulus telah menjaga hubungan mereka. Kini, mereka siap untuk melanjutkan perjalanan hidup bersama, dengan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi pada waktu yang tepat dan dengan cara yang terbaik.

Sultan pun sama demikian, yang terbayang dan terimpikan hanya Rina. Apalagi orang yang selama ini diimpikan dan diharapkan sedang ada di hadapannya. Ya Allah tunjukkan dan kuatkan bahwa orang yang ada dihadapanku ini adalah dia Rina.

“Dia, adalah Rina Agustina, Telah Lama Kusimpan di dalam lubuk hatiku.” ujar Kang Sultan dalam hatinya.

Setelah mendapatkan restu dari pak kyai dan Rinapun baru selesai ujian sidang munaqosah skripsi. Sultan pun memberanikan diri melamar Rina.

 

-Tamat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar