'Idul Fitri dan Metafora Mbah Benu Jama’ah Aolia

 

Gambar Mbah Benu atau KH. Ibnu Hajar Pranolo bersama Jama'ah Aolia sedang memberikan klarifikasi

ketakketikmustopa.com, Ramadan 1445 H tinggal beberapa hari lagi  akan segera meninggalkan kita. Tak seorang pun yang sanggup meghalangi, kalau ada yang usul supaya Ramadan diulangi karena ada kecurangan dalam berpuasa misalnya ikut sahur tapi merokok pagi-pagi, ikut tarawih tapi ke warteg di siang hari, tidak puasa tapi sibuk ke Mall beli baju baru, dan lain-lain. Kecurangan-kecurangan seperti tadi tidak akan merubah pendirian diulanginya Ramadan kecuali akan datang lagi di tahun depan.

Saat tamu agung Ramadan hadir di tengah-tengah rumah kita semoga saja kita bisa menjamu dengan penghormatan layaknya tamu besar. Penghormatan dan jamuan untuk Ramadan tentunya bukan hidangan yang enak-enak, makanan-makanan yang lezat, minuman-minuman yang manis dan segar. Yang dimaksud dengan penghormatan dan jamuan di sini adalah  amalan-amalan terbaik serta kita dapat meraih berbagai keutamaan yang ada pada Ramadan, diampuninya dosa dan juga diterima semua amal ibadah kita.

Ramadan berjalan begitu cepat dan berlalu bagaikan kilat. Sayangnya kita bersikap sangat santai bahkan sangat lambat dalam meresponnya. tidak menggunakan kekuatan tenaga dan kekuatan hati memanfaatkan waktu bersama Ramadan. Kita sangat sibuk dengan pekerjaan kita hingga amalan-amalan yang ada di dalamnya jadi luput. Kita memang tadarrus tapi belum bisa meninggalkan bergunjing dan menggibah, kita bershodaqoh tapi masih hobi menyalahkan orang lain dan pengakuan paling benar tidak mau menerima kesalahan dirinya. Seringnya selama kita menemani Ramadan tak ubahnya menemani tamu orang biasa di hari-hari biasa.

Semarak Ramadan dimana-mana sangat meriah saling bersahutan dilengkapi dengan kecanggihan teknologi dan internet sehingga apabila kita tidak bisa mengikuti acara akbar atau Pengajian Nuzulul Qur’an, cukuplah kita menngklik link acara tersebut, kita bisa mengikuti pengajian pasaran yang dilaksanakan pesantren besar misalnya hanya lewat live streaming dan lain-lain.

Dengan kecanggihan teknologi internet ini kita bisa menyaksikan secara langsung perbedaan di segala penjuru bumi ini. Contoh, di saat Indonesia bagian Timur sudah berbuka puasa maka di Indonesia bagian Barat belum buka puasa, di saat Negara  Indonesia memasuki tengah malam kita bisa menyaksikan di Negara Arab Saudi baru melaksanakan Sholat Isa dan Sholat Tarawih. Kita harus berterima kasih telah dibantu oleh teknologi mutakhir hingga kita bisa mengetahui suara adzan sholat 5 waktu tidak pernah berhenti di muka bumi ini. Alangkah indahnya cara manusia melaksanakan ritual-ritual keagamaan di muka bumi ini.

Soal perbedaan menentukan 1 Ramadan atau 1 Syawal saja di kita Indonesia tidak pernah sama, mengapa? Jawabnya, karena adanya perbedaan 2 metode yang digunakan oleh masing-masing golongan. Metode Pertama, adalah metode rukyat yaitu berupa kegiatan melakukan observasi langsung terhadap Hilal (bulan sabit) pada sore hari tanggal ke-29 (malam ke-30) bulan berjalan pada saat matahari terbenam. Apabila di ufuk barat, di sekitar matahari terbenam, hilal bulan baru dapat dilihat, maka malam itu dan keesokan harinya dinyatakan sebagai tanggal 1 bulan baru. Akan tetapi apabila hilal pada sore itu tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya dinyatakan sebagai hari ke-30 bulan berjalan, dan awal bulan baru ditetapkan lusa.

Metode kedua untuk menentukan awal bulan Qomariyah adalah Metode Hisab, yaitu perhitungan astronomis terhadap posisi Bulan sore hari pada hari terjadinya konjungsi (ijtimak) Bulan dan matahari. Terdapat beragam jenis hisab seperti hisab wujudul hilal, hisab imkanu rukyat, hisab ijtimak sebelum matahari terbenam, hisab ijtimak sebelum fajar, dan lain sebagainya. Makanya sangat wajar apabila NU dan Muhammadiyah selalu berbeda dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri.

Selain NU dan Muhammadiyah, ada Jama’ah Thariqoh Naqsabandiyah biasanya melaksanakan Hari Raya ‘Idul Fitri 3 hari lebih awal. Ini dikarenakan menggunakan  hitungan Hisab Qomariyah yang ada dalam Kitab Munjib, dalam kitab tersebut salah satunya adalah penghitungan permulaan puasa dihitung lima hari setelah awal puasa pada tahun sebelumnya. Biasanya Jama’ah Thariqoh Naqsabandiyah ini hari lebarannya 3 hari sebelum lebaran pemerintah.

Jama’ah Aolia Gunungkidul Yogyakarta

Jama’ah Aolia yang berada di Gunungkidul hari-hari ini sedang viral di media sosial karena pelaksanaannya lebaran hari raya ‘Idul Fitri 5 hari sebelum pelaksanaannya lebaran atau ‘Idul Fitri Pemerintah. Sebenarnya bukan itu persoalan yang menjadi kontroversi masyarakat, yang menyebabkan Jama’ah Aolia tiba-tiba muncul ke permukaan karena Imam Jama’ah Aolia KH. Ibnu Hajar Pranolo atau yang kerap disapa Mbah Benu, viral sudah menelpon Allah Swt terkait pelaksanaan Shalat ‘Idul Fitri di hari Jum’at (5/4/2024).

Sehari setelah itu Mbah Benu menyampaikan tabayyun atau klarifikasi bahwa pernyataannya itu hanya istilah perjalanan spiritualnya selama ini dalam memeluk agama Islam.

"Dan yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala," kata Mbah Benu, dikutif dari berbagai video youtub.

Mbah Benu menjelaskan alasan mereka menyelenggarakan salat Id lebih awal ketimbang dengan penetapan pemerintah karena hal tersebut adalah keyakinan yang selama ini mereka anut.

Sebab, di Indonesia masih bebas memilih menentukan hari rayanya sendiri.

"Indonesia itu bebas. Mau hari raya silakan, tidak hari raya ya monggo. Mau puasa monggo tidak puasa monggo. Itu tidak masalah yang penting jaga persatuan jaga persatuan dan kesatuan, Jangan saling menyalahkan" ujarnya

Penulis ingin mencermati kata-kata "Sudah menelpon Allah Swt" yang disampaikan Mbah Benu dalam video youtub itu termasuk Gaya Bahasa (Majaz) Metapora. Dilansir dari Balai Bahasa Jateng, Majas metafora merupakan sebuah gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok berupa kalimat untuk mengacu terhadap suatu objek tertentu, tetapi tidak dengan arti yang sebenarnya.

Dengan demikian, maka mari kita hormati dan hargai keyakinan dan pernyataan Mbah Benu menelpon Allah Swt maksudnya mungkin dia telah melakukan ijtihad dan istikhoroh berkontemplasi secara khusuk meminta petunjuk kepada Allah dalam hal penentuan Hari Raya dan Sholat ‘Iedul Fitri.

Maka, berbahagialah bagi mereka yang menghormati segala perbedaan dan telah maksimal bersama Ramadan, melaksanakan berbagai amalan, menjalani berbagai ibadah dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menjadi hamba taat, meskipun kondisi di tengah hiruk pikuk dunia saat ini.

Selamat Hari Raya ‘Iedul Fitri 1 Syawal ‘1445 H

Taqobbalallahu Minna Waminkum MinL ‘Aidin Wal Faizin

Mohon Maaf Lahir Bathin

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar