Tiga Nama Surat Dalam Al-Qur’an Diambil dari Tiga Nama Binatang Kecil

 

Gambar foto perpisahan KKM STID Al-Biruni Babakan Ciwaringin Cirebon di Desa Parakan Kecamata Leuwimunding, tampak hadir KH. Aminudin mengisi ceramah Nuzulul Qur'an

ketakketikmustopa.com, Kegiatan Kuliah Kerja Mahasiswa Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Biruni Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon merupakan kegiatan lapangan bagi mahasiswa yang sudah semester akhir. Program ini mendorong empati dan simpati mahasiswa terhadap permasalahan masyarakat, juga dapat memberikan sumbangan bagi penyelesaian persoalan yang ada di masyarakat. Kegiatan KKM sendiriterbagi di beberapa desa Kabupaten Majalengka hingga ada yang di Kabupaten Brebes.

Hari Kamis kemarin (28/03/2024) kegiatan KKM yang di Desa Parakan Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka telah berakhir dan ditutup oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Bapak Dr. Zamaksari, M. Ag. Prosesi penutupan diakhiri dengan Pengajian Umum yang disampaikan oleh KH. Aminudin dari PondokPesantren Hidayatullah Rimbo Desa Leuwikujang Kecamatan Leuwimunding Majalengka.

Dalam isi ceramahnya Kyai Amin memaparkan sejarah Nuzulul Qur’an diturunkan dalam tiga tahap. Pertama, All-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh , yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Proses pertama ini diisyaratkan dalam Q.S. al-Buruj (85) ayat 21–22, “Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia. Yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh”.Diisyaratkan pula oleh firman Allah surat al-Waqi`ah (56) ayat 77—80, “Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.”Tahap kedua, al-Qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia).

Tahap kedua, diisyaratkan Allah dalam surat al-Qadar [97] ayat 1, “sungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malan kemuliaan.”Juga diisyaratkan dalam Q.S. Surat ad-Dukhan [44] ayat 3, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”

Tahap ketiga, diturunkan secara berangsur-angsur yang diisyaratkan dalam Q.S. asy-Syu`ara’ [26] ayat 193–195, “……Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-`amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”. Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, tidak secara sekaligus melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan sering wahyu turun karena untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan tindakan Nabi saw.

Selanjutnya Kyai Amin menyampaikan bahwa nama-nama surat di dalam Al-Qur’an ada yang diambil dari nama-nama binatang seperti Surat Al-Baqoroh (artinya sapi), Surat Al-Fiil (artinya gajah). Namun ada juga surat-surat dalam Al-Qur’an yang diambil dari nama-nama binatang kecil seperti Surat Annahl (artinya tawon), Surat Al-‘Ankabut (artinya laba-laba) dan Surat Anaml (artinya semut.)

Ketiga surah tersebut secara harfiah mempunyai beberapa persamaan, yaitu sama-sama hewan spesies serangga, dan sama-sama bertubuh mungil. Namun sebenarnya, dari ketiga hewan tersebut mempunyai hikmah tersendiri, yang apabila dikorelasikan perilaku umat manusia sangatlah relevan.

Surah An-Naml (Semut)

Dimulai dari surah yang pertama an-Naml, yang berarti semut. Ada apa dengan semut? Apa yang istimewa dari semut sehingga Allah Swt. menjadikannya sebagai nama surah dalam al-Quran? Ternyata semut mempunyai hikmah yang sangat unik, jikakita amati seksama, karakter semut itu pada dasarnya adalah suka menghimpun makanan sedikit demi sedikit dan tanpa henti. Bahkan menurut suatu penelitian makanan tersebut dapat menjadi persediaan atau cadangan hingga bertahun-tahun, sedangkan faktanya mengatakan bahwa usia semut rata-rata tidak lebih dari 1 tahun. Bahkan, semut itu bisa mengangkat benda apapun yang sedemikian besarnya secara bersama-sama, dan seringkali berhasil. Padahal benda yang dibawanya pun kadangkala tidak berguna bagi kelangsungan hidupnya.

Dari semut kita dapat mengambil hikmah yang tersirat, yaitu sifat dasar semut yang ‘suka menghimpun’ jangan dijadikan pedoman hidup. Kalau kita korelasikan kepada umat manusia, bisa dicontohkan bahwa umat manusia tidak boleh menghimpun harta, benda dan segala macam materi yang bersifat duniawi.

Surah al-’Ankabut (Laba-laba)

Selanjutnya ada surah al-’Ankabut yang bermakna laba-laba. Tentunya kita semua pernah mendengar cerita bahwa dulu laba-laba pernah menyelamatkan Nabi Saw.` dari kejaran kaum kafir Quraisy dengan cara membuat sarang yang begitu banyak sehingga menutupi pintu masuk goa.

Sehingga dengan adanya kejadian tersebut maka sudah wajar bahwasanya Allah Swt. mengistimewakan laba-laba sebagai salah satu nama surah dalam al-Quran. Namun sebenarnya ada filosofi tersendiri tentang laba-laba yang perlu kita ketahui. Apa itu? Jadi laba-laba itu mempunyai sarang yang sangat rapuh. Sarang laba-laba bukanlah tempat yang aman, apa pun yang berlindung di sana akan binasa. Jangankan serangga yang lain jenis, jantannya pun setelah kawin akan disergap untuk dimusnahkan oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan sehingga dapat saling memusnahkan.

“Perumpamaan orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba”.( Q.S. al-Ankabut [29]: 41)

Namun, laba- laba bukan berarti hanya menghasilkan sesuatu yang negatif. Yang perlu diketahui laba-laba juga memiliki sisi positif yaitu mempunyai sumber dayanya sendiri. Hanya laba-labalah satu-satunya makhluk di dunia yang bisa mengeluarkan sesuatu dari dalam dirinya yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya, sehingga untuk membuat rumah atau sarang ia tak membutuhkan benda lain dari yang ia punyai sendiri. Dari sini kita seharusnya bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga ini, kita harus bisa menemukan dan menggali potensi yang ada pada diri kita, sehingga dengan potensi itu kita akan bisa meraih kesuksesan tanpa harus bergantung pada orang lain.

Surah An-Nahl (Lebah)

Surat An-Nahl yang bermakna lebah. Lebah sebagaimana kita ketahui memiliki manfaat dari apapun tindakan yang dilakukannya. Perlu teman-teman ketahui bahwa Nabi Muhammad Saw.  ` mengibaratkan perilaku umat Islam yang paling ideal adalah dengan mencontoh filosofi lebah. Sebagaimana sabdanya,

“Perumpamaan seorang mukmin yang baik ialah seperti lebah. Ia tidak makan kecuali yang baik dan tidak memberi kecuali yang baik” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lebah setidaknya memiliki tiga keistimewaan yang dapat menjadi analogi tentang karakter ideal manusia.

Pertama, lebah tak merusak ranting yang ia hinggapi, sekecil apa pun pohon tersebut. Hal ini memberi pelajaran manusia agar menghindari berlaku yang menimbulkan mudharat atau kerugian terhadap orang lain. Lebah memang datang untuk makan, tapi ia tak ingin merusak untuk kepentingannya pribadinya itu. Bahkan kerap kali lebah justru berjasa dalam proses penyerbukan sebuah bunga yang ia hinggapi.

Kedua, lebah makan sesuatu yang baik-baik, yakni saripati bunga. Sama halnya dengan seorang muslim yang diperintahkan untuk hanya memakan makanan yang halalan thayyiban.

Ketiga lebah hanya mengeluarkan sesuatu yang baik yaitu madu. Ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim sejati. Dengan memakan makanan yang halal, makasetiap perbuatan akan dihitung sebagai ibadah yang bernilai berkah. Wallâhu a’lam bis shawâb.

Ketiga lebah hanya mengeluarkan sesuatu yang baik yaitu madu. Ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim sejati. Dengan memakan makanan yang halal, makasetiap perbuatan akan dihitung sebagai ibadah yang bernilai berkah.

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar