Ramadan Mengajarkan Kita Mencurahkan Ide Kreatif Menulis

Gambar penulis bersama para mahasiswa pecinta alam Mapalangit Biru Kampus STID Al-Biruni  sedang memberikan materi literasi menulis tentang alam semesta


ketakketikmustopa.com, Setiap datangnya bulan suci Ramadan kita diberi kesempatan untuk mendaras atau bahasa lainnya tadarrusan. Ini bukti bahwa Ramadan adalah bulan yang  menjadi turunnya ayat yang pertama Iqra, momen ini kemudian dikenal dengan istilah Nuzulul Qur’an.

Di Indonesia saat menyambut datangnya bulan suci ini memunculkan ide kreatif yang banyak di masing-masing daerah yang akhirnya menjadi ciri khas daerah tertentu atau tradisi daerah yang memiliki nilai luhur. Contoh ada Munggahan, Megibung, Padusan, Jalur Pacu, Nyorog, Malamang, Dugderan, Meugang, Dandangan, Balimau, Perlon Unggahan, Ziarah Kubro, Suro’baca, Megengan, Nyadran, Gebyar Ki Aji Tunggal. Sebenarnya masih banyak lagi tradisi yang ada di bulan Ramadan ini, meleburnya budaya dan ajaran Islam membuat Indonesia memiliki tradisi unik di setiap acara keagamaan.

Ide kreatif yang muncul belakangan ada Main Bledogan atau petasan bom mariam dari bambu, petasan, kembang api, Bukber, Tarawih Keliling Tarling, Ngaji Online, Dakwah Online, Obrog, dan lain-lain. Inti dari semua ini adalah semarak meramaikan bulan suci Ramadan.

Terlepas dari itu semua sesungguhnya ada pesan dari langit yaitu hampir diabaikan banyak orang. Pesan ayat pertama turun harus diejawantahkan bersama secara bijak, sebab kalau kita lihat Sejarah Peradaban Islam bahwa Al-Qur’an dan Tafsirnya disampaikan ke generasi sekarang ini melalui tulisan. Periwayatan Hadis juga ditulis oleh para perawi dan tersampaikan  dengan tulisan Begitu pula formulasi keilmuan di Asia Tenggara dapat dipetakan hanya karena ada tulisan. Baik yang berbahasa Jawa tulisannya huruf Arab (Huruf Pegon), maupun yang dituliskan dengan bahasa Arab Asli. Kesemuanya ini menjadi gambaran betapa menulis adalah bagian dari “Nafas Individual Muslim.”

Sedikit berbagi pengalaman sebagai penulis, masih teringat tulisanku pertama kali dimuat di koran Radar Cirebon tahun 2007 persis di bulan Ramadan dengan judul “Bu Laila dan Pak Qodar di Bulan Suci”, setelah itu menulis terus di halaman opini seminggu dua kali terbit.

Datangnya pandemi Covid-19 membuat panik semua orang dan banyak yang meninggal karenanya, karenanya harus menjaga jarak dan aktifitas manusia harus dilakukan dan dikerjakan dari dan di dalam rumah.

Memasuki bulan Ramadan tahun 2020 di masa Covid-19 awal penulis manfaatkan untuk menulis setiap hari dengan judul dan tema yang berbeda dengan pendekatan teori menulis tematik (Maudlu’i). Setelah akhir Ramadan tulisan ini dikumpulkan dan jadi buku dengan judul “Ramadan Menyapa Penduduk Bumi Menaiki Tangga Langit” diterbitkan oleh penerbit De Publish Yogyakarta tahun 2021. Dari pengalaman menulis buku ini penulis  menadi kecanduan yang susah untuk disembuhkan hingga sekarang sudah 80 buku dan ratusan tulisan yang tersebar di blog ketakketikmustopa.com atau ketikan mustopa.

Menulis Obat Stanting Ide

Ramadan dengan sebutan yang mengiringinya, dapat pula menjadi bulan ide kreatif. Menulis menjadi salah satu jalan yang tepat untuk mengisi kegiatan bulan Ramadan. Sehingga akan memberikan kesempatan untuk menyumbangkan produksi keilmuan melalui aktivitas sepanjang Ramadan.

Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam al Nubala’ menceritakan bahwa Imam Bukhari setiap kali akan menulis satu hadits, beliau mandi dan melakukan shalat sunnah dua rakaat.

Dalam sejarah Islam, bukan hanya Bukhari yang mengamalkan ini. Imam An-Nawawi, sebelum menulis karya monumental Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, beliau melakukan shalat istikharah terlebih dahulu.

Demikian juga Ibnu Hazm Al-Andalusiy, shalat istikharah terlebih dahulu sebelum menulis kitabnya yang berjudul al-Muhalla bi al-Âtsâr. Bahkan Imam Adz-Dzahabi, tak lupa shalat istikharah terlebih dahulu sebelum menulis kitab-kitabnya.

Ini dalam laku tirakat, untuk keikhlasan, para ulama kita juga tidak bisa diragukan. Mereka tentunya tidak pernah mengharapkan ada royalti dari kitab-kitab mereka yang telah dibaca oleh jutaan umat Islam, bahkan diantara mereka ada yang mempunyai cara khusus untuk menguji keikhlasannya, ini sebagaimana kisah Syekh ash Shonhaji yang diriwayatkan oleh Syeikh Ismail Bin Musa Al-Hamidi Al-Maliki dalam Khasyiyah ‘ala Al-Kafrawi, bahwa; ketika Syeikh Ash-Shonhaji selesai mengarang kitab jurumiyah beliau lantas pergi ke laut dan melemparkan karyanya tersebut, sambil berkata:

“Jika kitab tersebut ikhlas (disusun) karena Allah Ta’ala, maka ia tidak akan basah.”

Dan benar saja, kitab tersebut masih utuh tanpa basah dan tanpa rusak. Hingga akhirnya saat ini kitab karya beliau itu bisa kita baca sampai sekarang.

Untuk memunculkan banyak gagasan dan ide alangkah baiknya  belajar dari pengalaman jika Ramadan ini diisi dengan membaca dan menulis. Penulis kadang sering kehilangan ide saat tidak membaca dan menulis. Obat dari stanting ide yaitu menulis.


Wallohu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar