Setiap awal masuk sekolah bagi siswa baru ada pengenalan orientasi sekolah, momentum ini penting dalam perjalanan pendidikan bagi siswa baru. Sekarang istilah ini disebut MPLS bagi lembaga sekolah dan MATSAMA bagi lembaga madrasah. Di fase ini, siswa tidak hanya memulai rutinitas akademik baru, tetapi juga menjalani proses pembentukan karakter, penyesuaian sosial, dan pengenalan terhadap nilai-nilai kehidupan. Jika kita menyusuri jejak sejarah pendidikan Indonesia, kita akan menemukan bahwa kegiatan awal masuk sekolah telah mengalami transformasi dari masa ke masa, mengikuti dinamika sosial-politik dan kebutuhan zaman. Di era Orde Baru, istilah Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) menjadi istilah yang lekat dalam benak para pelajar. Kini, kegiatan tersebut beralih wajah menjadi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) di sekolah umum dan MATSAMA (Masa Ta’aruf Siswa Madrasah) di lingkungan madrasah. Kegiatan ini dulunya disebut Penataran P4.
Penataran P4: Sebuah Refleksi Historis
Penataran P4 diperkenalkan oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari gerakan nasionalisme dan pembentukan ideologi Pancasila yang masif. Penataran ini menjadi program wajib untuk berbagai kalangan, termasuk siswa, mahasiswa, PNS, hingga pegawai swasta. Di sekolah, kegiatan ini dilaksanakan pada awal tahun ajaran untuk menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial dalam kehidupan sehari-hari siswa.1
Penataran P4 memiliki karakter yang formal, terstruktur, dan penuh dengan doktrin ideologis. Siswa duduk dalam kelas, menyimak materi, dan terkadang menghafal butir-butir P4 dengan sistem penilaian yang ketat. Tujuannya tentu tidak buruk—yakni untuk membentuk generasi yang setia pada negara dan ideologi Pancasila. Namun sayangnya, metode penyampaiannya kerap terasa kaku dan satu arah, sehingga dalam banyak kasus, nilai-nilai tersebut lebih menjadi hafalan ketimbang penghayatan.2
Transformasi: Dari Penataran ke Pengenalan Humanis
Pasca reformasi 1998, kegiatan Penataran P4 dihentikan. Muncullah paradigma baru dalam pendidikan yang lebih demokratis dan humanis. Dalam konteks pengenalan sekolah, istilah Penataran pun berganti menjadi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), dan untuk madrasah dikenal dengan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (MATSAMA). Kegiatan ini bertujuan agar siswa baru lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru, mengenal guru, teman, tata tertib, serta sistem pembelajaran yang akan mereka jalani.
MPLS dan MATSAMA dirancang bukan sekadar seremonial, melainkan menjadi jembatan awal pembentukan karakter siswa. Di dalamnya terdapat pengenalan nilai-nilai sekolah, pelatihan soft skill, pendidikan karakter, dan penguatan kebhinekaan. Bahkan dalam MATSAMA, siswa juga diperkenalkan pada praktik keagamaan seperti shalat berjamaah, adab kepada guru, dan budaya pesantren yang menjadi ciri khas pendidikan Islam3.
Kehangatan dan Kreativitas dalam MPLS/MATSAMA
Salah satu perbedaan mencolok antara Penataran P4 dan MPLS/MATSAMA adalah pendekatan yang digunakan. Bila dahulu siswa lebih banyak menjadi pendengar pasif, kini mereka menjadi pelaku aktif. Kegiatan tidak lagi bersifat doktrinal, tetapi komunikatif, kolaboratif, dan kreatif. Ada ice breaking, diskusi kelompok, permainan edukatif, lomba-lomba, hingga talk show inspiratif bersama alumni sukses. Tujuannya bukan hanya untuk mengenalkan sekolah, tetapi juga memotivasi siswa untuk mencintai tempat belajarnya dan menemukan potensinya sejak dini.4
Kegiatan ini juga menjadi momentum penting untuk membentuk identitas baru siswa. Mereka belajar tentang etika berpakaian, kedisiplinan waktu, etos belajar, hingga nilai-nilai kebangsaan dalam konteks kekinian. Tidak sedikit sekolah yang mengangkat tema toleransi, kepedulian lingkungan, dan literasi digital dalam kegiatan pengenalan ini—sesuatu yang sangat relevan dengan tantangan generasi muda masa kini.
Mencegah Kekerasan dan Perpeloncoan
Salah satu kemajuan signifikan dari kegiatan MPLS dan MATSAMA adalah hilangnya praktik perpeloncoan yang dulu sering terjadi di masa orientasi siswa. Pemerintah, melalui Permendikbud No. 18 Tahun 2016, secara tegas melarang segala bentuk kekerasan fisik maupun verbal dalam kegiatan pengenalan siswa baru.5 Kepala sekolah, guru, dan pengurus OSIS diberi tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan ini berlangsung dalam suasana aman, ramah, dan mendidik.
Ini menunjukkan bahwa negara hadir tidak hanya sebagai pengatur kebijakan pendidikan, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak peserta didik. Lingkungan belajar yang sehat dan positif adalah hak semua siswa, dan pengenalan sekolah menjadi pondasi awal untuk membangun budaya tersebut.
Kembali ke Esensi: Pendidikan sebagai Proses Pembudayaan
Jika ditelaah secara filosofis, baik Penataran P4 maupun MPLS/MATSAMA memiliki benang merah yang sama: membentuk manusia Indonesia yang berkarakter. Hanya saja, pendekatan masa kini lebih fleksibel, menyenangkan, dan partisipatif. Pendidikan tidak lagi dipahami sebagai proses transfer pengetahuan satu arah, tetapi sebagai proses pembudayaan yang melibatkan akal, rasa, dan tindakan.
Seorang pendidik bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing dan fasilitator tumbuh kembang anak didik. Sementara siswa bukan hanya objek, tetapi subjek aktif yang diajak berpikir, berefleksi, dan berkontribusi. Dalam konteks inilah kegiatan MPLS dan MATSAMA harus terus dikembangkan, tidak sekadar menjadi rutinitas tahunan, tetapi wadah strategis membentuk generasi muda yang cerdas, religius, nasionalis, dan berdaya saing global.
Awal masuk sekolah adalah langkah pertama dari perjalanan panjang bernama pendidikan. Jika langkah pertama ini dimulai dengan baik—dengan kehangatan, semangat, dan nilai-nilai positif—maka besar kemungkinan langkah-langkah berikutnya akan menjadi lebih kuat dan bersemangat. Dari masa Penataran P4 hingga era MPLS dan MATSAMA, kita belajar bahwa pendidikan harus selalu bergerak mengikuti zaman, namun tak boleh meninggalkan akar nilai-nilai bangsa.
Semoga MPLS dan MATSAMA di berbagai sekolah dan madrasah di Indonesia benar-benar menjadi gerbang awal menuju pendidikan yang beradab, membumi, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Wallohu a'lam
Catatan Kaki:
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Jakarta: Depdikbud, 1981.
2. Azra, Azyumardi. “Pendidikan dan Tantangan Globalisasi.” Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 2, 2006, hlm. 113–129.
3. Direktorat KSKK Madrasah Kemenag RI. Panduan Pelaksanaan MATSAMA Tahun 2023. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023.
4. Kemendikbud RI. Panduan Pelaksanaan MPLS Tahun 2023. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2023.
5. Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar