Gambar tampak Ketua Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon KH. Wawan Arwani Amin bersama KH. Abdul Basith Pengasuh Pesantren Nihayatul Amal sekaligus Mustasyar MWCNU Kecamatan Waled
ketakketikmustopa.com, Kegiatan Konferensi MWCNU Waled yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu (28/7/2024) selain dihadiri oleh Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon KH. Azis Hakim Syaerozi juga dihadiri oleh Ketua Rois Syuriyah KH. Wawan Arwani Amin. Dalam sambutan ceramahnya Kyai Wawan Arwani memberikan tausiyah kepada Pengurus MWCNU Kecamatan Kehadiran dan jama’ah yang hadir di acara konferensi.
Kita hadir disini dalam rangka meneruskan dan melanggengkan tinggalan para Salafunassolih. Sampai hari ini NU terasa sangat besar dan terasa sangat banyak manfaatnya bagi kita semua, bisa kita lihat dari dua hal. Pertama, NU sebagai Jam’iyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan. Yang kedua NU sebagai Jama’ah. Dalam batas-batas tertentu NU bisa diartikan sebagai ajara, meminjam istilah Al-maghfurlah KH. Ahmad Shidik mantan Rois Am PBNU kata NU diartikan sebagai "Jalan dalam memahami dan mengamalkan Islam". Dalam memahami dan mengamalkan Islam mungkin tidak sama dengan umat Islam yang lain. Jalan yang sedang kita jalani NU adalah jalan yang dipakai oleh para ulama Ahlussunah Wal Jama’ah.
Kalau melihat dari sisi organisasi mungkin banyak yang salah, pengurusnya tidak ada hanya ada ketika akan ada konferensi saja atau ada pengurus tapi aktifitas kegiatan NU tidak ada. Sekarang para pengurus Ranting, MWCNU, PCNU, PWNU dan PBNU sedang berikhtiar merangkai memadukan antara Jama’ah dan Jam’iyah.
Di Kecamatan Waled masyarakatnya NU semua kecuali yang tidak. Amaliyah ubudiyah mungkin hampir semuanya sama seperti kita semua NU. Kalau sholat Subuh pakai Qunut, kalau ada orang meninggal ditahlili, ada Manakib, Mulid dan lain-lain tetapi kalau ditanya kalian orang NU apa bukan jawabannya mungkin ada yang NU dan ada yang bukan NU.
Yang patut kita syukuri bahwa di Indonesia ini adalah negara yang sangat Islami, walaupun negara ini tidak berdasarkan Islam tetapi kehidupan kita beragama dan berbangsa terasa aman, damai dan tentram. NU yang berfahamkan Islam Ahlussunah Waljama’ah yang kemudian disingkat Aswaja mengedepankan Tawasuth (moderat), Tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus) dan Tasamuh (toleran). Faham Ahlussunah Waljama’ah di Indonesia diurus secara organisatoris sedangkan di negara lain tidak diurusi akibatnya diantara umat Islam sendiri saling berantem dan terjadi peperangan padahal masih satu negara.
Menjadi pengurus NU sekaligus menjadi pengurus aliran atau ajaran Ahlussunah Waljama’ah karena tujuan didirikannya NU adalah berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunah Waljama’ah. Organisasi NU adalah satu-satunya organisasi Islam yang menyebut tujuannya itu mengamalkan faham Ahlussunah Waljama’ah. Kalau sekarang jadi pengurus NU selesai 5 tahun bukan berarti menjadi orang NU-nya selesai, menjadi orang NU itu seumur hidup hingga akhir hayat.
Kalau sekarang para pengkaji Islam saat ini menyatakan hanya NU lah yang mengajarkan Islam Ahlussunah Waljama’ah yang Tawasuth, Tawazun, I’tidal dan Tasamuh, yang sekarang istilah ini lebih kita kenal dengan Islam moderat, seimbang, tegak lurus dan toleran. Bisa kita buktikan sampai sekarang NU adalah Islam yang sangat toleran dengan agama lain.
NU sangat toleran kepada orang-orang non muslim yang berbeda faham keyakinannya, walaupun demikian kita tetap tidak membenarkan ajaran mereka, menghormati dengan membenarkan itu beda. NU sangat tegas soal Tawasuth, Tawazun, I’tidal dan Tasamuh tapi tetap "Lakum Dinukum Waliya Din" menjadi pegangan pokok "Lana A‘maluna Walakum A’malukum". Soal hubungan sosial, hubungan kemanusiaan tetap dikedepankan.
Kenapa orang Indonesia terutama orang Jawa menerima Islam sebegitu luar biasa, karena Islam yang yang disampaikan sangat ramah sebagaimana para Walisanga mengajarkan Islam sebegitu halusnya. Sebelum Islam masuk Indonesia ajaran yang dipakai masyarakatnya adalah Hindu atau Budha, para Walisanga datang berdakwah dengan Islam yang humanis itu.
Para Walisanga, kalau menggunakan diskursus sekarang adalah Islam yang mengajarkan Tawasuth (moderat), Tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus) dan Tasamuh (toleran). Kalau model ajaran Islam yang dikembangkan tidak memakai model para Walisanga tersebut bisa dipastikan tidak akan berkembang sampai sekarang dan sampai sekarang mungkin sama seperti negara-negara dimana Islam itu berasal. NU lah yang meneruskan ajaran Walisanga yaitu Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Dari sisi ini siapapun yang menjadi pengurus NU dimana saja sama, di kepengurusan Ranting NU, di MWCNU, di PCNU, di PWNU, di PBNU tidak ada bayaran. Maka menjadi pengurus NU adalah penghormatan yang sangat luar biasa sebab mengembangkan ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah dijadikan amal ibadah di akhirat nanti. Menjadi pengurus NU boleh berhenti tapi menjadi orang NU tidak boleh berhenti, menjadi orang NU berlaku seumur hidup.
Wallohu
a’lam
Disarikan dari pokok-pokok pikiran Bapak Dr. KH. Wawan Arwani Ketua Rois Syuriyah NU Kabupaten Cirebon pada acara Konferensi MWCNU Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar