Dalam sejarah Islam klasik, bangsa Persia memainkan peran penting yang tidak dapat disangkal. Ketika pasukan Islam memasuki wilayah Persia pada abad ke-7 Masehi di masa Khalifah Umar bin Khattab, dunia menyaksikan pertemuan dua peradaban besar: Arab-Islam dan Persia-Sasanid. Sebagian menduga kebudayaan Persia akan luluh lantak, tetapi sejarah membuktikan sebaliknya. Terjadilah proses asimilasi dan transformasi peradaban yang luar biasa: Islam menyerap kekayaan intelektual dan estetika Persia, sementara Persia menemukan dimensi spiritual dan transendental dari Islam.
Alih-alih sekadar menjadi pengikut, kaum cendekia Persia justru menjadi pelopor peradaban Islam di berbagai bidang. Mereka menulis, merumuskan, dan mengembangkan ilmu-ilmu Islam—baik yang bersifat naqli (tekstual) maupun aqli (rasional). Dari bidang tafsir, hadis, fikih, tasawuf, filsafat, logika, kedokteran, hingga astronomi, kontribusi para ulama Persia menjadi fondasi penting bagi warisan intelektual Islam yang kita nikmati hingga hari ini.
Akar Ilmu dan Tradisi Intelektual di Persia
Sebelum kedatangan Islam, Persia telah menjadi pusat kebudayaan dan keilmuan dunia Timur. Kota-kota seperti Jundishapur, Rayy, dan Balkh dikenal sebagai sentra filsafat, kedokteran, dan teologi. Jundishapur, misalnya, merupakan pusat akademik tempat bertemunya ilmu Yunani, India, dan Zoroastrian dalam suasana ilmiah yang toleran dan rasional. Ketika Islam datang, para ilmuwan Persia memeluk agama baru ini dan membawa serta tradisi berpikir kritis dan ilmiah mereka ke dalam khazanah Islam.
Menurut sejarawan Marshall G. S. Hodgson, “Kecenderungan keilmuan dalam Islam, baik dalam ilmu keagamaan maupun rasional, sangat dipengaruhi oleh intelektual-intelektual Persia.”¹ Artinya, struktur epistemologis Islam klasik tidak dapat dilepaskan dari kontribusi para ulama Persia.
Ulama Persia dalam Disiplin-Disiplin Keislaman
1. Ilmu Hadis
Ilmu hadis, sebagai fondasi kedua dalam syariat Islam setelah Al-Qur’an, justru banyak dikodifikasikan oleh ulama non-Arab, khususnya Persia:
Imam al-Bukhari (w. 870 M) berasal dari Bukhara. Karyanya Shahih al-Bukhari merupakan kitab hadis paling otoritatif dalam tradisi Sunni.
Imam Muslim dari Nishapur menulis Shahih Muslim, yang menjadi pasangan utama Shahih al-Bukhari.
Imam Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibn Majah—semuanya berasal dari wilayah-wilayah yang kini masuk kawasan Iran, Afghanistan, dan Asia Tengah.²
2. Ilmu Tafsir dan Kalam
Fakhruddin Ar-Razi (w. 1209 M), dari Rayy, menulis Tafsir al-Kabir, tafsir multidisipliner yang menggabungkan teologi Asy’ariyah, logika, dan filsafat.
Imam Abu Hanifah (w. 767 M), pendiri Mazhab Hanafi, dikenal sebagai teolog rasional dan ahli fikih yang mengedepankan ra’yu (analogi). Ia adalah keturunan Persia dan lahir di Kufah, Irak.³
3. Tasawuf dan Spiritualitas
Jalaluddin Rumi (w. 1273 M), kelahiran Balkh, adalah ikon sufisme dunia. Karya monumentalnya Mathnawi Ma’nawi menjadi referensi spiritual lintas agama dan budaya.
Abu Yazid al-Bistami dan Al-Hallaj, keduanya dari Iran, memperkenalkan konsep tasawuf ekstatis yang kemudian berkembang dalam tradisi sufi Timur.
4. Filsafat, Logika, dan Sains
Ibnu Sina (Avicenna), lahir di Afshana dekat Bukhara, adalah filsuf dan dokter agung yang menulis Al-Qanun fi at-Tibb (Canon of Medicine), rujukan medis dunia hingga abad ke-17.
Al-Farabi, Nasiruddin Ath-Thusi, dan Omar Khayyam adalah filsuf dan ilmuwan Persia yang menulis dalam bidang matematika, astronomi, dan logika.
Bahkan Al-Ghazali, yang dikenal berasal dari Tus (Iran), merumuskan sintesis antara filsafat dan syariat yang mempengaruhi Timur dan Barat.⁴
Islam sebagai Peradaban Inklusif
Peradaban Islam klasik bukanlah proyek etnis Arab semata, melainkan simfoni budaya dari berbagai bangsa Muslim. Persia memberi kontribusi vital dalam membentuk arsitektur intelektual Islam. Ulama Persia membuktikan bahwa Islam dapat menyerap dan mengislamisasi nilai-nilai lokal tanpa kehilangan jati dirinya.
Warisan Persia bukan sekadar hasil produksi teks keagamaan, tapi juga membentuk kerangka berpikir umat Islam. Melalui pendekatan rasional Fakhruddin Ar-Razi, spiritualitas Rumi, disiplin hadis Imam Muslim, dan etika epistemologi Imam Ghazali, kita melihat bagaimana peradaban Islam terbangun bukan dari monokultur, melainkan multikultur.
Relevansi untuk Masa Kini
Di tengah krisis intelektual yang melanda sebagian umat Islam saat ini—ditandai dengan fundamentalisme tekstual, stagnasi keilmuan, dan eksklusivisme identitas—warisan Persia menawarkan pelajaran berharga: pentingnya ilmu, dialog, keterbukaan, dan inklusivitas dalam memahami Islam.
Mengenang ulama Persia bukan sekadar bernostalgia terhadap masa lalu, tetapi merupakan langkah strategis untuk menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam yang toleran dan dinamis. Dunia Islam saat ini memerlukan generasi baru ulama yang tidak hanya menguasai teks, tapi juga mampu berdialog dengan ilmu pengetahuan modern.
Penutup
Kiprah ulama Persia adalah kisah tentang pencerahan—tentang bagaimana iman bertemu dengan akal, dan bagaimana wahyu menyatu dengan hikmah. Mereka adalah pewaris Nabi yang tidak hanya menyampaikan ajaran Islam, tapi juga membentuk wajah peradaban dunia.
Catatan Kaki (Footnote):
1. Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, Vol. 2 (Chicago: University of Chicago Press, 1974), hlm. 59.
2. Jonathan A. C. Brown, Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern World (Oxford: Oneworld Publications, 2009), hlm. 27–30.
3. W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985), hlm. 41–44.
4. Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Cambridge: Harvard University Press, 1968), hlm. 94–96.
Daftar Pustaka:
Brown, Jonathan A. C. Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern World. Oxford: Oneworld Publications, 2009.
Hodgson, Marshall G. S. The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization. Chicago: University of Chicago Press, 1974.
Nasr, Seyyed Hossein. Science and Civilization in Islam. Cambridge: Harvard University Press, 1968.
Sarton, George. Introduction to the History of Science, Vol. 1. Washington: Carnegie Institution, 1927.
Watt, W. Montgomery. Islamic Philosophy and Theology. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985.
Di tengah berita perang antara Iran vs Israel telah menyatukan umat Islam di seluruh dunia, mendukung Iran dan tentu saja Palestina yang menjadi korban penjajahan Israel. Tapi, di sisi lain ada satu dua tokoh yang menyampaikan persfektif lain. Tilisan Prof. Mustopa ini bagian pencerahan bagi kita umat muslim. Terima kasih Prof.
BalasHapus