Dalam era modern yang ditandai oleh percepatan informasi dan aktivitas tanpa henti, masyarakat sering kali terjebak dalam rutinitas yang mengabaikan aspek spiritualitas. Kesibukan duniawi telah menggeser prioritas hidup, menjauhkan individu dari praktik-praktik ibadah yang sederhana namun bermakna. Salah satu ibadah yang sering terlupakan adalah puasa Tarwiyah, yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah. Puasa ini bukan sekadar ritual, melainkan momen kontemplatif yang mengajarkan keheningan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Makna Historis dan Etimologis Tarwiyah
Secara etimologis, "Tarwiyah" berasal dari kata Arab rawwa–yurawwi–tarwiyah, yang berarti "merenung" atau "berpikir mendalam". Istilah ini merujuk pada peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS merenungkan perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS. Proses perenungan ini berlangsung pada malam Tarwiyah, sebelum akhirnya beliau meyakini bahwa perintah tersebut berasal dari Allah SWT .
Dalam konteks ibadah haji, hari Tarwiyah merupakan hari persiapan bagi jamaah haji untuk menuju Mina, sebagai langkah awal menuju wukuf di Arafah. Pada hari ini, jamaah haji mempersiapkan diri secara fisik dan spiritual, memperbanyak dzikir dan doa, serta memperkuat niat dalam melaksanakan ibadah haji .
Puasa Tarwiyah: Keutamaan dan Anjuran
Puasa Tarwiyah adalah puasa sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an, keutamaan puasa ini dijelaskan dalam beberapa hadits. Salah satunya adalah hadits yang menyatakan bahwa puasa pada hari-hari pertama Dzulhijjah, termasuk hari Tarwiyah, adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah SWT .
Puasa Tarwiyah juga memiliki keutamaan dalam menghapus dosa-dosa kecil dan memperkuat keimanan serta ketakwaan seseorang. Dengan berpuasa, individu dilatih untuk menahan hawa nafsu, mengendalikan emosi, dan menghadapi kesulitan dengan sabar.
Kritik Sosial: Melupakan Nilai-Nilai Spiritual Sederhana
Dalam masyarakat modern, terdapat kecenderungan untuk mengabaikan praktik-praktik ibadah yang sederhana namun bermakna, seperti puasa Tarwiyah. Kesibukan duniawi, tekanan pekerjaan, dan gaya hidup yang serba cepat telah membuat individu lebih fokus pada pencapaian materi daripada pengembangan spiritual. Akibatnya, nilai-nilai spiritual sederhana yang dapat memberikan ketenangan batin dan kedekatan dengan Allah SWT sering kali terabaikan.
Fenomena ini mencerminkan adanya krisis spiritual dalam masyarakat, di mana aspek-aspek keagamaan tidak lagi menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, praktik ibadah seperti puasa Tarwiyah dapat menjadi sarana untuk merefleksikan diri, memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta, dan menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Tarwiyah sebagai Ajakan untuk Merenung
Puasa Tarwiyah mengajarkan pentingnya merenung dan menenangkan diri di tengah kesibukan dunia. Dengan menahan diri dari makan dan minum, individu diajak untuk fokus pada aspek spiritual, memperbanyak dzikir, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keheningan yang tercipta selama puasa menjadi momen berharga untuk introspeksi dan memperbaiki diri.
Dalam konteks ini, puasa Tarwiyah bukan sekadar ibadah ritual, melainkan sarana untuk mencapai ketenangan batin dan kesadaran spiritual. Ia mengingatkan kita bahwa di tengah hiruk-pikuk kehidupan, ada kebutuhan mendalam untuk hening, merenung, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT.
Puasa Tarwiyah merupakan ibadah sunnah yang memiliki makna historis dan spiritual yang mendalam. Di tengah kesibukan dunia modern, praktik ibadah ini mengajarkan pentingnya hening dan merenung sebagai sarana untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan. Melalui puasa Tarwiyah, individu diajak untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual sederhana yang sering terlupakan, namun memiliki dampak besar dalam kehidupan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menghidupkan kembali praktik-praktik ibadah seperti puasa Tarwiyah, sebagai upaya untuk menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi, serta mencapai ketenangan batin di tengah kesibukan dunia.
Wallohu a'lam
Daftar Pustaka:
1. Nidhamuddin An-Naisaburi. Tafsîr an-Naisabûri. Bairut: Dârul Kutub, 1999.
2. FLSUHK. "Keutamaan Hari Tarwiyah dalam Pelaksanaan Haji." https://flsuhk.org/keutamaan-hari-tarwiyah/
3. Yatim Mandiri. "Puasa Tarwiyah: Pengertian, Keutamaan, Waktu Pelaksanaan, dan Amalan." https://yatimmandiri.org/blog/inspirasi/puasa-tarwiyah/
4. PIC Garut. "Rahasia Keutamaan Puasa Tarwiyah." https://picgarut.id/keutamaan-puasa-tarwiyah/
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. "Pahala Puasa Tarwiyah." https://www.uinjkt.ac.id/id/pahala-puasa-tarwiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar