Setiap kali kalender Islam berganti tahun, pertanyaan klasik kembali muncul di kalangan umat: "Mengapa bulan Muharam yang dijadikan sebagai awal tahun Hijriyah, padahal Nabi Muhammad SAW hijrah pada bulan Rabi’ul Awal?"
Pertanyaan ini bukan sekadar teknis penanggalan, tapi menyimpan makna filosofis, spiritual, dan historis yang mendalam. Ia menjadi pintu masuk untuk memahami bagaimana Islam memaknai waktu—bukan hanya sebagai penanda hari dan bulan, tetapi sebagai medium peradaban dan nilai.
Sejarah Penetapan Kalender Hijriyah
Secara historis, sistem kalender Hijriyah ditetapkan bukan pada masa Nabi Muhammad SAW, melainkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA. Ketika urusan administrasi pemerintahan semakin kompleks, para sahabat menyadari pentingnya penanggalan resmi untuk mencatat peristiwa, korespondensi, dan pengarsipan hukum.
Dalam suatu musyawarah bersama sahabat besar seperti Utsman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA, disepakati bahwa peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah menjadi titik awal tahun Islam. Bukan kelahiran atau wafat Nabi, melainkan hijrah—karena hijrah menandai awal berdirinya masyarakat Islam yang merdeka dan berdaulat, serta menjadi momen awal pembentukan sistem sosial-politik Islam¹.
Lalu Mengapa Bukan Rabi’ul Awal?
Memang, secara kronologis peristiwa hijrah terjadi pada bulan Rabi’ul Awal. Tetapi para sahabat, dengan pandangan strategis dan spiritual, justru memilih Muharam sebagai bulan pembuka tahun Hijriyah. Ini bukanlah kesalahan, melainkan keputusan yang mengandung makna multidimensi:
1. Muharam adalah Bulan Suci
Muharam telah dikenal sejak zaman Jahiliyah sebagai salah satu "asyhurul hurum" (empat bulan haram), yakni bulan yang diharamkan untuk melakukan peperangan. Dalam Surah At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan… di antaranya empat bulan haram.”
(QS. At-Taubah: 36)²
Empat bulan tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam, dan Rajab. Bulan-bulan ini dipelihara kehormatannya bahkan sebelum Islam datang. Maka menjadikan Muharam sebagai bulan pembuka tahun Islam adalah bentuk pelestarian nilai damai yang telah mengakar di masyarakat Arab, sekaligus pengukuhan nilai Islam yang anti-konflik dan anti-kekerasan.
2. Hijrah Dimulai dari Niat di Bulan Muharam
Menurut sebagian sejarawan, meskipun pelaksanaan hijrah Nabi berlangsung pada Rabi’ul Awal, namun niat dan persiapan hijrah dimulai sejak bulan Muharam, bahkan sejak sebelumnya di Dzulhijjah ketika terjadi Bai’at Aqabah Kedua antara Nabi dan perwakilan Madinah³. Artinya, Muharam adalah bulan niat hijrah, dan dalam Islam, niat adalah inti dari setiap amal:
“Innamal a’malu binniyat.”
(Sesungguhnya segala amal bergantung pada niatnya)⁴
Menjadikan Muharam sebagai bulan pertama berarti memuliakan proses niat dan perencanaan, bukan sekadar pelaksanaan. Sebuah pelajaran penting bahwa perubahan besar dalam hidup selalu dimulai dari niat yang kuat dan hati yang bersih.
3. Simbol Hijrah Spiritual dan Kemenangan Moral
Hijrah bukan hanya perpindahan geografis. Ia adalah transformasi jiwa dan sistem hidup—dari kegelapan ke cahaya, dari penindasan menuju kebebasan, dari kebatilan menuju kebenaran. Maka, menjadikan Muharam sebagai pembuka tahun adalah penegasan bahwa perubahan sejati dimulai dari kesucian jiwa, bukan hanya peristiwa fisik. Di sinilah Muharam menjadi simbol hijrah batiniah yang menjadi pondasi hijrah sosial-politik.
Pelajaran dari Khalifah Umar bin Khattab RA
Khalifah Umar tidak sekadar menetapkan kalender sebagai alat administratif. Ia memahami bahwa waktu adalah instrumen pendidikan umat. Di tangan para sahabat, kalender bukan hanya pencatat sejarah, tapi penyampai nilai. Dengan menjadikan Muharam sebagai bulan pertama, umat Islam diajak memulai tahun dengan kedamaian, perenungan, dan tekad untuk memperbaiki diri.
Bukan dengan pesta pora, melainkan zikir dan muhasabah. Bukan dengan konflik, tetapi dengan semangat rekonsiliasi, bukan dengan perang tapi dengan perdamaian.
Muharam: Larangan Perang dan Harapan Perdamaian
Muharam bukan hanya awal tahun Islam, tetapi bulan yang melarang peperangan. Maka sangatlah bertentangan dengan semangat Muharam apabila dunia Islam justru membuka tahun dengan pertumpahan darah. Dalam konteks ini, konflik Iran–Israel yang kian memanas seharusnya menjadi renungan mendalam bagi umat Islam dan komunitas internasional.
Pesan Muharam adalah menghentikan pertikaian. Muharam mengajak umat untuk mengganti senjata dengan doa, mengganti retorika kebencian dengan diplomasi kasih sayang.
Semoga Perang Iran–Israel segera dihentikan. Semoga para pemimpin dunia mau merenungi pesan Muharam, dan menjadikan tahun baru ini sebagai momentum rekonsiliasi dan penghentian konflik.
Penutup: Makna Muharam untuk Dunia Hari Ini
Ketika 1 Muharram 1447 H menyapa dunia yang sedang berperang, ketidakadilan, dan krisis moral, kita diingatkan kembali bahwa hijrah sejati dimulai dari dalam diri. Perubahan besar bukan soal momentum, tapi soal kesadaran. Bukan sekadar berpindah tempat, tapi berpindah cara pandang dan perilaku.
Mengapa Muharam jadi bulan pertama, bukan Rabi’ul Awal? Karena Islam ingin mengajarkan bahwa niat yang suci, waktu yang damai, dan ketundukan kepada nilai Ilahiah harus menjadi titik awal segala peradaban.
Wallohu a'lam
Selamat Tahun Baru Islam 1447 H.
Mari berhijrah dari kebencian menuju kasih sayang, dari konflik perang menuju kedamaian.
FOOTNOTE:
1. Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq al-Makhtum, Darussalam, 2006, hlm. 145–147.
2. QS. At-Taubah: 36; lihat pula Tafsir Ibn Katsir dan Tafsir al-Qurthubi, Juz 8.
3. Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, cet. Dar al-Fikr, Juz 2, hlm. 89–91.
4. HR. Bukhari dan Muslim, dari Umar bin Khattab RA (hadits tentang niat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar